Perdebatan untuk menentukan nama-nama anggota kelompok karyawisata di kelas Pak Anva masih terus berlanjut. Setelah menyetujui usulan Pak Anva yang dinilai cukup memuaskan, kini agenda pemilihan anggota kelompok pun segera dilakukan.
Pertama-tama, nama dari masing-masing kelompok, ditulis pada sobekan kertas kecil, lalu digulung dan dikumpulkan semua di meja Pak Anva. Terdapat 6 buah salinan kertas yang bertuliskan angka romawi kuno. Angka apa pun yang tertera pada gulungan kertas yang diambil, maka itulah yang akan menjadi kelompok resmi si pengambil.
Satu per satu para partisipan yang menghadiri kelas Pak Anva pada sore itu, baik laki-laki maupun perempuan, telah menentukan pilihannya. Sementara Ayana, selaku ketua kelas, diberi tugas untuk menulis hasil undian pada whiteboard yang tersedia, sekitar dua meter di sisi kiri meja Pak Anva, menghadap jelas ke arah tempat duduk para mahasiswa didiknya.
Sekitar 15 menit berselang, nama-nama kelompok yang tadinya kosong, kini mulai terisi dengan nama-nama baru, sesuai isi gulungan kertas yang mereka ambil. Pada akhirnya, Pak Anva pun mengambil alih. Menyisakan dua nama yang belum terdaftar di kelompok manapun, yakni Basel yang sedari tadi duduk manis, dan Ayana yang sejak awal menuliskan daftar nama-nama anggota kelompok pada whiteboard.
“Baiklah! Kalau begitu, kalian berdua ... silakan ambil sisanya. Lalu buka dan sebut nama kelompok kalian. Biar saya yang tulis di papan. Basel?” perintah Pak Anva tegas, kemudian lanjut menanyakan isi yang tertera pada gulungan kertas kecil Basel.
“Dua, Pak!” jawab Basel singkat.
“Ayana?” lanjut Pak Anva beralih ke Ayana, yang terlihat harap-harap cemas, berharap agar nomor yang tertera di dalam gulungan kertas kecil terakhir miliknya, menunjukkan angka dua, sama seperti Basel. Namun ketika dibuka, Ayana pun terkejut, lantaran kenyataan ternyata tak berjalan sesuai apa yang ia harapkan.
“L-lima, Pak!” jawab Ayana agak lesu, merasa kecewa dengan hasil nomor undian yang baru saja didapatnya. Sepertinya, ia ingin sekali bisa satu kelompok dengan Basel. Hanya saja, ia malu untuk menyampaikan.
“Lima ya? Hmm … kok banyakan ceweknya ini? Anggotanya juga cuman 3 ... si Della, Diana, Shinta, tambah satu lagi, Ayana, jadi 4. Terus ....” Gumam Pak Anva tampak bingung. Pasalnya, kelompok yang dimasuki Ayana, semuanya terdiri dari para wanita. Selain itu, jumlah anggotanya pun kurang memadai, jika dibandingkan dengan jumlah anggota kelompok lainnya yang masing-masing terdiri dari 5 orang.
Tampaknya, ada sedikit kesalahan teknis, sehingga ada yang kelebihan 1 dan ada yang kekurangan 1. Setelah memikirkannya matang-matang, Pak Anva pun akhirnya memutuskan untuk mengambil jatah kuota anggota kelompok lain. Lalu, dipilihlah Basel, sebagai relawan yang akan dipindah ke kelompok 5, yakni kelompok yang baru saja dimasuki oleh Ayana.
“Okelah! Gini aja Bas, berhubung jumlah siswa di kelas ini cuma ada sekitar 30 orang, dan kelompok kamu kan kuotanya kelebihan satu, kamu masuk kelompok lima ya? Biar adil. Kasian mereka, anggotanya cuma 4 orang, cewek semua lagi. Gimana?” ujar Pak Anva memberikan pengertian, berharap agar Basel bersedia untuk pindah ke kelompok 5.