[28 November 2025] Kediaman Detektif Aftar - 02:00 WIB
Malam itu, jarum jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, namun kamar kerja Detektif Aftar di apartemen pribadinya, masih berselimutkan cahaya monitor dan lampu meja yang menyinari tumpukan berkas-berkas laporan yang telah dipilahnya dengan hati-hati.
Aroma kopi hitam yang menguap dari cangkir di sampingnya, tak mampu mengusir kelelahan dari matanya yang memerah dengan bulatan hitam seperti panda. Di luar jendela, Kota Malren sudah terlelap dalam keheningan yang menyesakkan, kontras dengan gemuruh pikiran Aftar yang tak kunjung padam.
Wawancaranya dengan Ayana kemarin, masih terngiang jelas di benaknya. Mata gadis itu, sarat akan ketakutan dan keputusasaan, namun juga memancarkan tekad yang aneh. Kesaksiannya tentang Basel yang mengejar Hauzan, dengan kemunculan asap pekat sebelum ledakan, tak henti-hentinya berputar di kepalanya.
Sepanjang siang dan malam, Detektif Aftar telah menenggelamkan diri dalam setiap probabilitas yang ada. Terlalu banyak keanehan, terlalu banyak detail yang tidak biasa untuk sebuah kasus yang luar biasa. Alphali Basel Darma, remaja yang kini terbaring koma, entah kenapa memunculkan firasat aneh bahwa ia bukan hanya seorang korban pasif.
Kasus ledakan Hauzan, buronan kelas atas yang nyaris tak tersentuh, kini menjadi gumpalan benang kusut yang tak terurai sempurna di tangan salah seorang petinggi di Divisi Teknologi dan Informasi Kepolisian.
Laporan awal menyebutkan, bahwa ada beberapa korban tewas yang bergelimpangan di sekitar radius ledakan, membuat kerusakan parah dan merenggut banyak nyawa dalam sekejap. Lalu ada pula Basel, seorang mahasiswa yang ditemukan kritis, koma, dengan cedera serius. Namun entah bagaimana, ia masih bernapas. Anomali ini terus menggerogoti pikiran Aftar, mengusik naluri detektifnya.
"Ledakan sekuat itu ... cukup untuk menewaskan orang-orang sekitar. Beberapa di antaranya, bahkan tak dapat dikenali lagi," gumam Detektif Aftar, bergelut dengan dirinya sendiri, jemarinya yang dihiasi oleh otot-otot kecil, memijat-mijat pelipisnya yang berdenyut.
Matanya menatap tajam ke layar yang menampilkan citra TKP yang porak-poranda, memperlihatkan betapa dahsyatnya kehancuran yang disebabkan oleh satu orang yang sama.
"Tapi Basel, anak itu ... seorang remaja biasa tanpa pelatihan militer, tanpa perlindungan memadai, hanya seorang pejalan kaki yang kebetulan lewat, bisa selamat? Ini bukan cuma sekadar keberuntungan belaka, pasti ... ada sesuatu yang tidak beres!" gumamnya heran.
Detektif Aftar pun membuka cuplikan video-video amatir yang tersebar luas di internet. Rekaman-rekaman itu kacau, penuh jeritan kepanikan, dan terdistorsi oleh kepulan asap tebal yang mengaburkan pandangan. Detektif Aftar memutar ulang setiap klip, dari sudut pandang yang berbeda, mencoba menangkap detail sekecil apa pun.