Setelah perdebatan kecil di pasar besar yang berujung pada kekecewaan Ayana, ia langsung diantar pulang oleh Sharmila. Namun, dalam perjalanan, sebuah ide melintas di benak Ayana. Dengan dalih masih ada jam kuliah pada pukul 1 siang nanti, ia berhasil meyakinkan Sharmila untuk mengantarnya kembali ke kampus.
Jauh di lubuk hatinya, Ayana masih menyimpan harapan tipis untuk menemukan Basel di sana. Mungkin saja kekasihnya sudah kembali, atau setidaknya ada suatu petunjuk di sana. Namun, setelah menyusuri beberapa tempat yang biasa Basel kunjungi, mulai dari perpustakaan yang tenang, area food court yang ramai, hingga bangku-bangku di bawah pohon rindang, tak ada seorang pun yang melihatnya.
Hanya sesosok yang familier terlihat, yakni Della dan Diana, kedua sahabat baik Ayana, yang kebetulan baru saja kembali dari kantin, tawa renyah mereka memenuhi lorong.
“Eh, Ayana, Della. Kalian lihat Basel enggak?” tanya Ayana tergesa, langkahnya langsung mendekati kedua sahabatnya dengan raut cemas yang kentara, mengabaikan sapaan biasa.
“Hmm? Apa ini? Baru jadian kok udah pada ngambek-ngambekan?” goda Della sambil tersenyum, sedangkan sebelah matanya mengerling.
“Enggaklah! Bukan itu, ini serius. Kalian lihat Basel enggak?” tanya Ayana lagi, nada suaranya mulai terdengar panik, sepertinya ia tak sedang bercanda.
Della dan Diana pun saling pandang, menyadari perubahan ekspresi Ayana yang berbeda dari biasanya. “Tenang, Ay, jangan panik gitu. Iya, tadi sekilas kami memang lihat dia kok!” ujar Della, berusaha menenangkan Ayana yang terlihat kalut, tangannya menepuk bahu Ayana pelan.
“Iya tuh, Ay! Tapi karena lapar, makanya kami enggak jadi nyamperin dia,” imbuh Diana menambahkan, sambil mengelus pelan perutnya, mencoba membuat suasana sedikit lebih santai.
“Oh iya? Di mana? Kapan tadi kalian lihat dia?” tanya Ayana dengan antusiasme yang tiba-tiba meluap, matanya berbinar penuh harap, seolah ada seberkas cahaya di tengah kegelapan.
“Hmm, kapan, ya ...? Sekitar 30 menit lalu?” jawab Della mencoba mengingat, dagunya agak terangkat, tatapannya ke atas, sedangkan dahinya merngenyit.
“Iya deh, kayaknya sekitar setengah jam yang lalu, kami lihat dia lagi jalan agak tergesa-gesa ke parkiran. Kayaknya mau pulang deh tuh anak!” tambah Diana menegaskan perkataan Della, mengangguk yakin. Sedikit nada lega karena Basel baik-baik saja.
“Parkiran? Apa jangan-jangan ...?!” gerutu Ayana yang tiba-tiba jadi tambah panik. Tatapannya kosong, napasnya memburu, sementara dadanya terasa sesak.
“Jangan-jangan apa, Ay?” tanya Della penasaran, menatap Ayana dengan khawatir, merasakan aura kegelisahan yang memancar dari sahabatnya.