[17 November 2025] Aula Gedung E7, Universitas Malren – 09:32 WIB
Matahari membumbung tinggi dari ufuk timur, menyapa bentang semesta yang gelap menjadi secerah bintang kejora di malam yang sunyi. Menaungi beragam aktivitas harian, seperti berdagang, bersekolah, bekerja, dan lain sebagainya. Tak terkecuali dengan yang ada di kampus Universitas Malren.
Acara workshop yang diberitahukan Pak Anva, diselenggarakan pada pagi hari, dikarenakan jadwal si narasumber yang membawakan tema pada acara itu, bentrok dengan acaranya yang lain di luar kota pada sore hari. Cukup banyak tamu yang menghadiri acara tersebut, termasuk Basel yang tampak antusias, sesekali mencatat poin-poin penting.
“Jadi, selain konsep unik dan perencanaan yang matang, sebuah identitas juga diperlukan dalam bidang usaha apa pun. Identitas di sini harus dapat merepresentasikan, ataupun mewakili satu-dua poin pokok yang menjadi ciri khas, kelebihan, atau keunikan dari bidang usaha yang sedang atau akan kita jalankan. Semakin sederhana, semakin baik!" kata si pembicara menjeda penjelasannya sejenak.
"Hal tersebut dimaksudkan agar para calon konsumen lebih mudah melihat, mengingat, dan membedakan antara produk dari usaha yang hendak kita tawarkan dibandingkan produk lain. Sebut saja... logo, sebuah lambang atau perwujudan ikonis yang mewakili suatu objek tertentu. Jenisnya ada dua, yaitu logotype yang berbentuk tulisan, dan logogram yang berbentuk gambar," lanjutnya antusias, seraya menunjuk ke tembok putih yang ditembak cahaya proyektor.
“Maka dari itu, sebelum memulai usaha, ada baiknya kita merancang perencanaan dan konsep yang matang, lalu mulai menetapkan target usaha ke depan, di samping mempelajari minat pasar yang ingin dituju,” saran si pembicara itu dengan serius, tampaknya itu datang dari pengalaman hidupnya.
“Ketika semua poin-poin ini tercapai, barulah kita bisa memulai sesuatu. Memikirkan esensi seperti apa yang ingin dimunculkan pada usaha kita," terang si pembicara tersebut sambil menggeser tampilan slide pada materi yang ia presentasikan.
"Namun hadirin sekalian, tentunya kita semua tahu, bahwa tak ada yang 100% mutlak di dunia ini, kecuali esensi dan ketetapan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai manusia, kita ditakdirkan untuk memperjuangkan sesuatu hanya sampai pada kepastian 50%, sedang 50% sisanya adalah kuasa Tuhan,” ujarnya memberikan nasihat, sebelum melanjutkan.
“Maka dari itu, mari kita upayakan 50% kesuksesan kita dengan usaha keras, dan kejar 50% sisanya dengan berdoa. Karena sebaik-baiknya perencanaan, semua itu tak ada artinya jika tidak dikerjakan. Dan sebaik-baiknya pekerjaan, semua itu tak ada hasilnya jika tak diiringi dengan doa. Mungkin, itu saja yang bisa saya sampaikan. Adakah yang ingin bertanya?” demikian si pembicara tersebut mengakhiri penjelasan materinya, lalu lanjut ke sesi tanya jawab dengan para hadirin yang mengikuti acara workshop pada kala itu.
Usai menjawab beberapa pertanyaan, acara pun berlanjut ke pembagian hadiah bagi mereka yang mau bertanya pada sesi tanya jawab, lalu diakhiri dengan pembagian sertifikat setelahnya. Kini, kesempatan untuk mengumpulkan informasi dan mencari inspirasi telah usai. Basel meninggalkan aula, benaknya dipenuhi pemikiran tentang identitas.
Beberapa menit setelahnya, Basel pun langsung pulang, dan segera membuat sketsa kasar dari simbol identitas baru yang ingin dibuatnya. Beragam ide telah ditulisnya. Tak kurang dari belasan referensi pun telah dipelajarinya. Namun sayangnya, ia tak kunjung menemui titik terang. Tumpukan kertas A4 berserakan di lantainya, penuh dengan coretan dan penghapusan.