Jangan ditanya, bagaimana perasaanku saat membaca chapter di atas. Bisaku hanya meraung menangisi keadaan 15 tahun silam. Saat itu, aku telah menganggap Ayas benar-benar mencuri uang Reni. Entah dia buat apa. Marah, kecewa, tak percaya, hanya sedikit dari apa yang aku rasakan. Apalagi saat aku ke wartel, Mbak Sari cerita kalau Ayas benar-benar menemui seorang perempuan di gerbang saat jam istirahat. Entah Ayas yang akting begitu, atau Mbak Sari dipaksa berbohong, aku tidak tahu. Tapi, aku percaya kalau uang yang aku terima adalah pemberian saudaraku.
Belasan tahun aku menyimpan anggapan semacam itu. Kalau bukan Hani menelepon dan memberitahukan aku kalau Ayas menulis novel ini, tak mungkin aku tahu apa yang sebetulnya terjadi.
Inilah alasan kenapa aku sampai pergi ke timur Jawa ini. Novel Ayas masih tinggal 2 bab terakhir. 2 bab yang menceritakan rangkuman perjalanan hidupnya sekeluar dari pondok, dan musabab mengapa ia menulis novel ini.
Kereta baru saja berhenti di Stasiun Tanggul. Sebentar lagi aku sampai di tempat tujuan. Penumpang di sebelahku masih tidur dan menyandarkan kepalanya ke bahu. Astaga. Ada, ya, penumpang semacam ini?