Sebuah sedan hitam memasuki parkiran penthouse. Firendha keluar dari mobil tersebut, diikuti oleh Carlos, sahabat sekaligus bodyguard nya. Baru saja masuk, suara dingin Oeberon menusuk gendang telinga mereka.
"Von wo?" (Darimana?) ucap Oeberon sambil meletakkan hpnya diatas meja. Hampir setengah jam ia menunggu Firen di ruang tamu. Namun, putra semata wayangnya tak kunjung kembali, tentu saja membuatnya kesal.
"Löwenzahnplantage," (Perkebunan Lowenzahn) sahut Firen sambil melangkah santai menuju mini bar, mengambil tiga minuman kaleng lalu menempatkan diri disamping ayahnya, dan meletakkan minuman tersebut diatas meja.
"Hey, heute gibt es keine Zeremonie. Also komm her!" (Hei, tidak ada upacara hari ini. Jadi kemari lah!) ucap Firen lagi ketika melihat Carlos yang masih saja berdiri didekat pintu. Ia pun melempar kaleng tersebut kepada Carlos yang berjalan mendekat, dengan sigap Carlos menangkapnya.
"Wie soll ich dich sonst behandeln? mit Gewalt oder Geduld behandelt, du änderst dich nie, Junge. Ich war sehr müde." (Bagaimana lagi aku harus memperlakukanmu? Diperlakukan dengan kekerasan atau kesabaran, kamu tidak pernah berubah, nak. Aku lelah)
Ucapan Oeberon terdengar lesu, dan suaranya sedikit bergetar. Ia tidak tahu lagi, bagaimana caranya menjinakkan seorang Firendha. Apa salahnya dimasa lalu sehingga anaknya bisa se-liar ini.
Firendha hanya terdiam, tidak ingin menyahut ucapan ayahnya. Ia kembali meneguk minuman kaleng tersebut hingga tandas. Sedangkan Carlos, sedari tadi menunduk sambil memutar-mutar kaleng tersebut tanpa ingin meminumnya.
"Was willst du eigentlich? Überlegen Sie genau, vielleicht ist dies Ihre letzte Anfrage, die ich erfüllen kann?" (Apa yang kamu inginkan? Pikirkan baik-baik, mungkin ini permintaan terakhirmu yang bisa ku penuhi?) ucap Oeberon sambil mengusap pelan kepala putranya.
Mendengarnya, Firen langsung terkekeh, "Mau kemana lagi?!" ucap Firendha kemudian dengan nada sinis.
"Kau tahu, beberapa hari terakhir jantung ku kambuh. Niemand weiß, wann jemand 'abgeholt' wird." (tidak ada yang tahu kapan seseorang akan 'dijemput')
Sontak Carlos langsung mengangkat kepalanya, memandang tuannya dengan raut muka terkejut. Firendha tak kalah terkejutnya, dan kini matanya mulai menyala merah. Ia tidak tahu apa yang barusan ayahnya ucapkan, tapi ia kesal mendengar kalimat itu.
"Cih! Apa maksudmu?" ucap Firen sambil menepis tangan Oeberon yang sedari tadi mengusap kepalanya.
"Also, was willst du?" (Jadi, apa yang kamu inginkan?)
"Nothing!" sahut Firendha sambil berjalan masuk kedalam kamarnya.
Oeberon hanya bisa menghembuskan napas berat. Lalu ia mengambil minuman kaleng diatas meja, dan meminumnya. Begitu juga yang dilakukan Carlos.
"Entschuldigung, Sir, ich denke, Sie sollten sich Zeit für Firendha nehmen," (Maaf tuan, saya pikir Anda harus meluangkan waktu untuk Firendha) usul Carlos.
"Ja, das weiß ich. Lehre mich nicht!" (Iya, saya tahu itu. Jangan mengajari ku!) Carlos kembali menundukkan kepalanya mendengar jawaban Oeberon.
"Übrigens, wie wäre es mit meiner Schauspielerei?" (Ngomong-ngomong, bagaimana dengan aktingku?) ucap Oeberon sedikit berbisik.
"Schauspielerei? Gott, ich denke du bist wirklich..." (Akting? Ya Tuhan saya pikir Anda benar-benar...)
"Was? Wird sterben, meinst du?" (Apa? Akan mati, maksudmu?) sahut Oeberon kesal.
"Entschuldigung, Sir." (Maaf tuan)
"It's okay. Bedeutet, dass mein Schauspiel gut ist," (Berarti akting saya bagus) sahut Oeberon dengan sumringah.