"Mau apa kau mengajakku ke sini?" tanya Saori kepada tuan rumah yang kini tengah duduk di ranjangnya.
"Maukah kau bercinta denganku."
Ucapan itu memaksa Saori menambahkan tanda tanya dibelakangnya, "Haaah! A-apa kau sudah gila? kita baru saling bertemu dan kau sudah mengajakku bercinta? Kau mabuk ya?"
"Tidak, aku tidak mabuk. Aku hanya penasaran, aku muak dianggap anak kecil ketika aku mencampuri urusan orang yang lebih tua, mereka selalu menganggapku anak kecil yang tidak berpengalaman. Mereka selalu meremehkan dengan bilang ‘kamu tidak akan mengerti!’. Saat aku di perlakukan seperti itu tanpa mengetahui apa maksudnya, itu membuatku semakin penasaran."
"Ta-tapi kenapa harus aku? padahal teman-temanku lebih berpengalaman." Saori masih tidak percaya dengan orang yang baru saja dikenal, lalu mengajaknya bercinta dengan muka datar tanpa rasa bersalah.
"Dilihat dari mana pun kau memang culun. Aku tidak mau bercinta dengan orang yang pernah melakukannya, itulah alasanku mengajakmu. Aku tidak punya pacar dan orang yang kusukai. Apa kau punya orang yang kau sukai?"
Sekilas pikiran Saori teringat dengan gurunya yang ia sukai sejak lama. Namun nyalinya tak cukup kuat untuk mengungkapkannya. Saori pun berniat untuk mengubur saja perasaannya, apalagi setelah mengetahui bahwa dia punya pacar. Harapannya sudah tak ada lagi, mungkin dengan cara ini dia bisa menerima ketidakmampuan untuk terus mencengkeram perasaannya.
"Kalo kau tidak mau, kau boleh pergi!" Pria itu menegaskan karena Saori terlihat ragu dalam lamunannya.
"Tidak. Hanya saja aku ragu."
>>_>>
Pukul 07.12 malam, waktu di mana para musisi jalanan memulai aksinya, musik dan instrumen dari beberapa toko dan restoran saling bersahut-sahutan. Bagi sebuah negara maju yang mengalami perkembangan teknologi yang pesat, hal semacam ini merupakan hiburan tersendiri setelah lelah bekerja seharian.
Berbeda dengan negara berkembang, di mana waktu menjelang malam ramai oleh suara-suara klakson dan suasana kemacetan. Di sini, para warga lebih menikmati jalan kaki atau bersepeda sebagai alternatif perjalanan. Meski jauh sekalipun, mereka lebih memilih menggunakan alternatif kereta listrik dari pada kendaraan pribadi. Padahal negara ini terkenal sebagai negara perancang berbagai merek kendaraan yang mendunia.
Di persimpangan jalan Yokohama, terdapat para pedestrian berseliweran. Beberapa di antaranya para pekerja kantoran, mahasiswa dan dua pelajar berseragam SMA yang masih termangu di pinggir persimpangan.
Beberapa meter dari persimpangan terdapat segala jenis toko dan beberapa minimarket dengan papan-papan nama usahanya yang bercahaya, disertai diskon-diskon yang mereka tawarkan di depan toko.
Sedangkan di sisi lain persimpangan terdapat beberapa restoran, kantor dan apartemen, di antaranya ada yang tertutup papan reklame raksasa bercahaya dihiasi kelap-kelip neon warna-warni tentang iklan komersial yang sedang populer di negara Jepang.
Apartemen dan persimpangan yang jadi saksi bagi malam yang tidak mungkin di lupakan Saori, salah seorang pelajar SMA Yokohama yang kini masih termangu di pinggir jalan dekat lampu lalu lintas. Malam di mana dia diliputi perasaan aneh, senang, bersemangat, sesal dan kesal berkecamuk di dada tanggungnya.
“Sekarang, ini jadi rahasia di antara kita,” bisik seorang pria yang siap melangkah dari pinggir jalan persimpangan.
“Baik!” sahut Saori dengan tegas sambil menatap punggung pria berseragam sekolah SMA di depannya yang mulai melangkah membaur dengan para pejalan kaki yang cukup ramai.
Saori bergegas ikut berbaur dengan pejalan kaki lainnya. Seperti biasa sepulang sekolah biasanya dia akan bermain ke sebuah kafe tempat sahabatnya bekerja. Tapi kali ini terlalu malam untuk mengunjunginya, kafenya sudah tutup, jadi dia akan langsung menuju rumah sahabatnya.
Dari mata coklatnya yang telah layu tampak berbinar memantulkan lampu-lampu jalanan. "Tas?!" Saori meraba-raba bahunya, mengingat dengan mengerutkan dahi di atas alis lancip yang sedikit melengkung, lalu menepaknya. "Kok, bisa aku melupakannya? Ah, semoga mereka melihat dan besok membawanya ke sekolah," gumamnya.