****
Saat jam istirahat tiba, teman Saori mengajak makan bersama di kantin. Meski mereka tahu bahwa Saori membawa bekal dari rumah, mereka tetap mengajaknya makan bersama. Sambil berjalan berdampingan, kedua teman Saori tengah asyik mengobrolkan tentang seorang guru baru di sekolahnya
“Eh, eh! Kau tahu tidak? Kudengar Ibu Athena dikeluarkan dari sekolahnya yang dulu karena video skandal bersama muridnya tersebar,” Momo berbicara dengan santai, karena pada saat itu hanya ada mereka bertiga di lorong menuju kantin.
“Wah, jadi dia haus belaian ya? Sudah tahu skandal malah divideo, betapa bodohnya,” sahut Geisha menambahkan.
“Kau tidak tahu, ya? Murid yang melakukan itu yang menyebarkan ke teman sekelasnya hingga tersebar ke satu sekolah.”
“Apa?! Bagaimana bisa? Apa mereka melakukannya karena paksaan?” Geisha berantusias, dia selalu update kalo sudah menyangkut gosip yang Momo bawa. Meskipun tidak dapat dipercaya keasliannya, bisa saja itu fitnah.
“Bukan! Aku yakin mereka saling suka. Mungkin saja, setelahnya Ibu Athena bertingkah cuek atau tidak memberinya jatah lagi.”
“Oh, jadi begitu ya?” Geisha menempelkan telunjuk di dagu seksinya.
“Saori, apa pendapatmu?” Momo menggubris Saori yang tengah asyik bermain gadget, untuk mengalihkan perhatian dari omong kosong mereka.
Harusnya, Momo sudah tahu bahwa Saori sama sekali tidak tertarik dengan obrolan semacam itu. Momo tidak sadar, bahwa dia lebih menarik untuk jadi bahan gosip para murid lain di sekolah ini. Hanya saja, mereka tidak berani mengemukakan pendapatnya.
Mereka lebih bisa menghargai privasi orang lain, dari pada Momo yang terlihat santai saat membongkar keburukan orang lain, tanpa sadar dia melupakan identitasnya sebagai idola yang pernah dicicipi mahkotanya oleh teman dan kakak kelas saat masih di kelas 2 SMA.
Tapi untungnya dia hanya bicara kepada teman-teman yang dekat dengannya, walau begitu dia bangga pernah melakukannya. Setidaknya berpengalaman dalam hal kepuasan di atas ranjang.
“Hah?” Saori menengadah sekejap “Aku tidak peduli!” lalu kembali menatap layar gadget lipat yang usang di makan rakusnya perkembangan teknologi. Meski begitu Saori tetap percaya diri jika di bandingkan dengan gadget layar sentuh keluaran terbaru milik kedua temannya yang fungsionalitasnya tidak dimanfaatkan.
“Kan cuma nanya,” sahut Momo kesal, “tampaknya mereka melakukan itu di sekolah.”
“Kalian membicarakan gosip lagi?” Suara pria yang sedikit kalem menyambar di tengah pembicaraan sambil mendaratkan tangannya di bahu Geisha yang berada di sisi paling kiri di samping Momo. Seolah memperingati tapi dengan nada yang halus. “Gadis jaman sekarang, lebih senang bergosip seperti emak-emak.”
Suara yang tak lain dan paling Saori sukai, suara Ichiro. Membuat mereka bertiga menghentikan langkah dan bersandar di tembok lorong layaknya seorang pembegal. Menatap Ichiro yang datang dengan senyum semringah, seakan menghiasi jas polos warna abu yang berusaha menyembunyikan kemeja putih dengan dasi yang sama abunya.
Baru satu setengah tahun mengajar, tapi Ichiro sudah di sukai banyak murid di sekolah ini. Di usia 22, dia sudah mendapat gelar sarjana, dan langsung menjadi guru di SMA Yokohama. Pembawaannya pada saat mengajar sangat ceria dan penuh semangat, membuat para murid lebih mudah memahami pelajaran yang disampaikannya dari pada guru lainnya.
Seharusnya Ichiro hanya mengajar pelajaran Bahasa Inggris, kini berkat keterampilan mengajarnya, sering kali dia mengajar pelajaran lain untuk menggantikan guru-guru yang tidak bisa hadir karena suatu alasan. Jiwa muda layaknya anak kecil yang selalu penasaran dengan hal-hal baru inilah, yang salah satu Saori sukai dari Ichiro.