1. Terdampar.
"Jangan lupa nanti antarin untuk Om Aji yo!" Om Aji melambai-lambai dari depan kios warnetnya.
“Siap, Om!” Sekar dan Hanin mengangguk lalu kembali berjalan riang bergandengan sambil membawa sebuah kertas. Mereka menyenandungkan lagu libur tlah tiba dengan riang.
Libur tlah tiba. Libur tlah tiba.
Hore, hore, hore.
Simpanlah tas dan bukumu
Lupakan keluh kesahmu
Libur tlah tiba, libur tlah tiba
Hatiku gembira.
Keduanya melompat kecil sambil mengayunkan tangan yang bergandengan. Lembaran yang tadi keduanya minta dari Om Aji ikut bergoyang. Sekar dan Hanin meminta Om Aji untuk mencari dan mencatatkan bahan-bahan serta cara membuat donat dari internet.
Sekar dan Hanin berteriak takjub, ternyata sangat mudah mencari resep di internet. Kata Om Aji banyak sekali resep-resep masakan yang dapat dilihat di internet. Cepat sekali Om Aji menggetikkan kata kunci berupa “resep donat” pada layar lalu menjejerkan beberapa resep yang mereka inginkan. Tidak hanya berupa tulisan, tapi ada gambar bahkan videonya. Sekar dan Hanin menonton beberapa video cara membuat donat. Setelah memilih, akhirnya Sekar, Hanin dan Om Aji memilih satu resep yang terlihat paling mudah dan tepat.
Tapi kenapa Sekar dan hanin harus repot-repot mencari resep di internet? Soalnya Utet, panggilan sayang mereka untuk eyang putri, hendak membuat donat kentang tapi tidak tahu resepnya. Sebenarnya Sekar dan Hanin yang meminta Utet membuat donat setelah kemarin mereka melihat Kanaya membawa donat kentang lembut untuk bekal sekolah.
"Utet!" Sekar dan Hanin menghambur memeluk nenek kesayangan mereka. Wanita itu tersenyum. "Resepnya uda dapat, Utet." Sekar melapor.
"Ini. Ini. Ini!" Hanin menyodorkan lembaran kertas yang tadinya rapi, sekarang sedikit lecek. “Ayo buruan bikin donatnya Utet,” pinta Hanin yang berusia tujuh tahun.
Utet tersenyum. "Yowes, bantu Utet yo." Utet menepuk kepala dua cucu manisnya dengan penuh kasih.
Mereka berjalan ke dapur, Utet membuka lemari dan memeriksa persediaan bahan. Tepung terigu, mentega, telur, kentang dan…. “Waduh, gulanya sisa sedikit ini.” Utet membuka toples gula yang hanya tersisa pada dasar toples bening.
“Jadi gimana dong Utet,” ucap Hanin kecewa. “Ya, nggak jadi deh bikin donatnya. Padahal Hanin pengen banget.” Wajah bocah itu merajuk kecewa.
“Bagaimana kalau kami beli di warung Pak Amin?” usul Sekar.
“Nah kalian berdua, tolong belikan gula pasir satu kilo dan satu bungkus gula halus untuk taburan donatnya nanti.” Utet memberikan sejumlah uang. “Hati-hati ya. Habis belanja langsung balik ke rumah lagi ya. Jangan singgah ngelihatin temen-temnmu main layangan.”
Keduanya segera berlari keluar. Mereka menuju toko Pak Amin.
“Aku aja yang bawa uangnya,” teriak Hanin.
“Biar Mbak Sekar aja, ntar uangnya dijatuhkan Hanin lagi,” omel Sekar.
“Nggak bakal jatuh uangnya,” sahut Hanin.
“Kalau sampai uangnya hilang, Utet nggak bisa bikin donat lho. Mau?” Mendengar itu, Hanin akhirnya diam. Dia mengikuti langkah kakaknya.
Mereka tiba di toko Pak Amin. Toko Pak Amin cukup besar. Ada lima lorong dengan rak-rak tinggi dipenuhi dengan berbagai barang. Dari beras, mie, permen, kue hingga panci-panci. Menurut Utet toko Pak Amin termasuk yang cukup besar dan lengkap.
“Pak Amin,” sapa keduanya sopan.