13. Selalu Ada Harapan
Lalu ketiganya menatap Hanin tak percaya. “Madu?” ucap mereka.
“Dari mana kalian mengenal Madu?” tanya Ibu itu tak percaya.
“Kalau begitu ini pasti mamanya Kak Madu dan ini adalah adiknya, Markisa!” Sekar menunjuk pada keduanya yang disambut dengan anggukan.
“Benar kan apa yang Hanin bilang!” Hanin menepuk dadanya bangga.
“Hore! Kita menemukan Markisa dan Mamanya!” Sekar melompat gembira bersama Hanin menyisakan wajah bingung dari lawan bicara mereka.
“Nak, kalian ini siapa? Bagaimana kalian bisa mengenal Madu? Tolong ceritakan padaku.”
Mereka berempat akhirnya berjalan ke bawah sebuah pohon besar, duduk di sana dan mulai berbagi cerita. Sekar dan Hanin memperkenalkan diri. Begitu pula kedua ibu dan anak yang baru mereka temui itu.
"Namaku Nana, dan ini anakku. Namanya Markisa."
Sekar dan Hanin bertukar pandang. Lalu bersorak riang. "Boleh kami panggil Tante Nana?" ujar keduanya. Ibu itu bingung, namun hanya mengangguk.
"Jadi ini Kak Markisa," ucap Hanin senang.
“Kalian kenal denganku?” tanya Markisa.
“Kami mendengar dari cerita Om Benjo,” ucap Sekar.
“Dan juga dari Kak Madu,” sambung Hanin.
Tante Nana terkejut. Bagaimana bisa kedua anak ini bertemu Madu. “Apakah dia baik-baik saja?” Tante Nana begitu cemas, wajahnya tampak sangat sedih. Sama pula terlihat pada wajah Markisa.
Hanin mengangguk, “di mimpiku dia tampak sehat dan cantik. Tapi dia mengatakan bahwa dia merindukan kalian semua. Dia ingin segera kembali bersama-sama di negeri Gula.”
Markisa menangis, begitu pula Tante Nana. “Kami juga sangat ingin segera kembali bersama-sama lagi. Tapi… sepertinya masih panjang perjalanan ini,” ucap Tante Nana sedih.
“Tenang saja Tante Nana, kita pasti akan bisa menyelamatkan Negeri Gula!” hibur Sekar.
“Kata Kak Madu, kalau misi kami selesai maka kami bisa pulang ke rumah!” Hanin tampak bersemangat.
“Jadi kalian benar-benar datang dari dunia lain?” tanya Markisa.
“Iya, kami dari planet Bumi,” ucap Hanin lalu melirik kakaknya, “benar gitu kan Mbak Sekar.”
“Iya, nama planetnya Bumi. Tapi kami tinggal di Kota Batang.”
“Kalian anak-anak yang baik.” Tante Nana memeluk keduanya. “Dan semoga kalian juga akan bisa segera pulang ke rumah.”
“Pasti bisa!” teriak Hanin. “Kita pasti berhasil!” teriaknya lagi.
Tiba-tiba saja suara terdengar dari perut Markisa. Sekar segera mengeluarkan pao bekal dari ibunya Lian. Lalu membagi dua potong pao pada ibu-anak tersebut. "Terima kasih," ucap keduanya. Lalu mereka berempat makan dengan lahap.
"Kami sudah dua hari hanya makan daun. Ibu pandai memilih daun yang bisa dimakan," ucap si anak dengan mulut penuh.
“Mar, pelan-pelan makannya,” ucap Tante Nana.
Hanin dan Sekar melihat bagaimana Tante Nana begitu menyayangi Markisa, keduanya membayangkan bunda dan mamah mereka. “Semoga saja Bunda dan Mamah tidak sedih ya, Mbak Sekar.”