15. Menghilang
Perjalanan berlanjut. Kali ini mereka benar-benar tidak tahu harus ke mana melangkah. Menurut para penduduk Desa Telur, mereka pernah mendengar di utara dekat hutang terdalam ada pria tua misterius. Tapi tak pernah ada yang pernah melihatnya. Mereka sudah menempuh perjalanan ke utara dengan kereta mainan. Tapi semakin bergerak menuju ke utara semakin mereka tak menemukan apapun. Mereka beberapa kali tersesat. Bertanya ke sana-sini. Masuk dan keluar semak belukar yang salah. Hanin mulai bosan.
“Mbak Sekar, kita jadinya akan ke mana?” tanya Hanin sambil membuka dna menutup tas yang berisi barang-barang bawaan mereka. Dia mengeluarkan stoples berisi mentega dan kotak tepung. Lalu merogoh untuk menemukan buku harian milik Madu. Siapa tahu di buku harian ini ada petunjuknya.
“Tidak tahu,” sahut Sekar jujur. “Hanin, jangan dimainkan, nanti barang-barangnya bisa jatuh.”
“Iya, Hanin cuma lihat-lihat aja kok.” Hanin menjulurkan lidah. Dia buru-buru memasukkan buku harian ke dalam saku bajunya. Kemudian dia menutup lagi tas lalu diletakkan di samping Sekar. “Kalau kita benar-benar tersesat dan tidak bisa pulang, bagaimana?” Hanin semakin takut ketika kereta memasuki hutan yang lebat.
“Semoga saja tidak, Hanin.” Sekar menenangkan adiknya. “Kita harus percaya bahwa Tuhan akan selalu melindungi kita semua.”
Hanin kembali tersenyum.
Mereka memutuskan untuk terus menelusuri hutan. Untuk keluar lagi tentu memakan waktu yang lebih lama, jadi yang bisa mereka lakukan sekarang adalah menemukan rumah si Petapa. Kereta mereka bergerak masuk ke dalam hutan yang kadang terdengar gemerisik dan bunyi yang aneh.
“Suara apa itu Tante Nana?” Sekar waspada saat ada suara seperti ketukan pada kayu.
“Mungkin burung pelatuk,” sahut Tante Nana.
Tiba-tiba terdengar suara raungan. Ketiga anak itu merapat dalam pelukan Tante Nana. Mereka menyalakan senter, saat langit berubah menjadi gelap. Semakin dalam ternyata hutan tidak semakin gelap.
Sepertinya mereka terus berputar-putar tanpa arah di dalam hutan.
“Bukankah kita sudah melewati pohon itu!?” tunjuk Markisa.
“Iya,” sahut Sekar.
“Kita benar-benar tersesat?” tanya Hanin.