Istanbul, Turki.
September, dua puluh satu tahun kemudian.
Musim panas mengukir kenangan, memberi jalan pada musim gugur yang menjelma sebagai penguasa kota Istanbul dengan kemilau warna-warni dan ketenangan yang mempesona. Udara sejuk merayap perlahan-lahan ke dalam setiap belokan labirin lorong kota, menciptakan suasana yang nyaman dan meresap di setiap sudutnya. Hari ini, angin bertiup lembut, membawa aroma segar dedaunan yang berganti warna, sementara langit biru cerah di atasnya dihiasi oleh formasi awan putih yang menari-nari, menciptakan lanskap langit yang memukau.
Berada di lantai lima sebuah gedung apartemen berbentuk kubus, dinding berwarna krem menjulang anggun, menjadi latar belakang bagi awal cerita baru yang akan terbentuk. Seekor burung kecil bersayap bersemi menemukan tempat istimewa di tepi jendela, menambahkan sentuhan keindahan pada gambaran taman kota yang terhampar di bawahnya. Cahaya matahari pagi bermain-main dengan bayangan jendela, menciptakan siluet bangunan-bangunan kuno yang menjulang gagah di kejauhan.
Jalan Gul Sokak, distrik Besiktas, Istanbul, menjadi saksi keelokan musim gugur dengan pepohonan di sepanjang jalannya yang berguguran daun secara teratur, memperindah suasana dengan tata hiasan musim gugur. Suara langkah-langkah ringan dan tawa riang anak-anak yang bermain di jalanan kecil menambahkan kehidupan pada pemandangan sekitar. Semuanya menyatu dalam harmoni yang memenuhi atmosfer dengan ketenangan dan kehangatan, menyambut perubahan musim yang lembut dan indah.
Apartemen Ipek, dengan lima lantai yang kokoh, diberi nama sesuai pemiliknya, Nyonya Ipek Yildizoglu. Di balik jendela lantai lima yang dihuni oleh burung tadi, seorang gadis Turki berumur dua puluh satu tahun bernama Ceyda Elmas duduk di hadapan cermin kamar tidurnya, merias diri dengan penuh perhatian.
Ceyda, dengan tubuh ramping dan proporsional, memiliki wajah oval dengan pipi yang sedikit membulat. Hidungnya mancung dengan sedikit kemiringan ke atas. Rambutnya panjang, lurus, dan hitam mengkilap. Matanya berwarna coklat gelap, menonjol dan memberikan kesan tajam. Telinganya kecil dan proporsional, sementara bibirnya penuh dan berwarna merah alami, memberikan senyuman manis. Kulitnya berwarna coklat terang dengan sentuhan keemasan. Sebagai mahasiswi tahun ketiga Fakultas Pendidikan di Universitas Bogazici, Ceyda menghadapi dunia dengan semangat dan kecantikan yang memukau.
Saat Ceyda memastikan penampilannya, dia merasa puas dan percaya diri. Ia memakai jilbab segi empat dengan motif abstrak yang ceria, memberikan sentuhan modern pada penampilannya. Kemeja lengan panjang berwarna netral memberikan kesan santai dan rapi, sementara celana kulotnya memberikan kenyamanan dan kesan trendi. Tas ransel berwarna merah jambu yang digendongnya di punggung menambahkan sentuhan feminin, sedangkan sepatu flat shoes dengan detail manis membuatnya terlihat lebih feminin. Ceyda bersenandung riang, siap mengawali hari pertamanya kuliah di semester lima setelah dua bulan berlibur musim panas di Adana, kota kelahirannya.
“Günaydın, Ipek Hanım!”[1] sapa Ceyda ketika tiba di lantai bawah apartemen, menemui seorang wanita tua Turki mengenakan jilbab motif Tulip yang sedang duduk merajut di depan apartemen. Wanita tua itu adalah Nyonya Ipek Yildizoglu, seorang janda yang hidup sendiri, mengelola usaha apartemen untuk menghidupi anak-anaknya. Apartemen ini sering disewakan dengan harga terjangkau untuk mahasiswa dari Universitas Bogazici dan para pekerja asing yang menetap di Istanbul.
Nyonya Ipek, wanita berusia enam puluh tahun, menjulang setinggi seratus lima puluh lima sentimeter dengan tubuh mungil yang menggambarkan kelembutan lekuknya. Wajahnya bulat memancarkan tanda-tanda penuaan yang elegan, dan hidungnya yang kecil dan mancung menambahkan sentuhan keanggunan. Mata coklat tua di balik keriputnya mencerminkan kebijaksanaan yang terakumulasi sepanjang hidupnya. Bibirnya, yang penuh senyum yang menyenangkan, menyentuh hati siapa pun yang berbicara dengannya. Kulitnya, putih dengan jejak penuaan yang khas, mengisyaratkan tentang pengalaman hidup yang panjang.
“Selamat pagi, Ceyda. Mau berangkat kuliah?” sapa Nyonya Ipek dengan suara lembut, menandai kehangatan hubungan mereka.
"Iya!"
"Sudah sarapan?"
"Sudah, alhamdulillah!"
"Hati-hati di jalan, putriku."
"Selamünaleyküm!"[2]
"Wa ‘alaikumsalam!"
Ceyda melangkah menuju sepedanya yang terparkir di halaman apartemen, menuntunnya di sepanjang jalan sebelum akhirnya menaikinya. Sepeda itu, hadiah dari ayahnya ketika Ceyda masih duduk di bangku kelas satu SMP, menjadi teman setianya sejak saat itu. Sepeda itu telah menyertai perjalanan hidupnya dari Adana ke Istanbul, menjadi simbol kebebasan dan kemandirian.
Sejak pertama kali tinggal di Istanbul, Ceyda memilih Apartemen Ipek karena selain harganya yang terjangkau, ia merasa dihargai dan diterima dengan hangat oleh Nyonya Ipek. Harga sewa yang terjangkau, sekitar 2500 lira per bulan, tidak hanya menjadi alasan Ceyda tinggal di sana. Perlakuan ramah dan perhatian Nyonya Ipek menjadikan apartemen itu seperti rumah kedua bagi Ceyda selama dua tahun.
Ketika memasuki dunia perkuliahan, Ceyda menolak tinggal di asrama karena merasa terlalu membatasi. Kebebasan dan kemandirian adalah pilihan hidupnya. Oleh karena itu, dia memilih tinggal di Apartemen Ipek di Jalan Gul Sokak, dekat dengan Kampus Utara Universitas Bogazici. Jaraknya yang dekat, sekitar lima ratus meter atau sepuluh menit berjalan kaki, membuatnya lebih nyaman dan efisien.
Masuk ke kompleks Universitas Bogazici Kampus Utara, Ceyda merasakan kelegaan sejenak setelah bersepeda selama delapan menit. Pandangannya melirik jam tangan di tangan kanannya. Satu jam lagi, mata kuliah pertamanya akan dimulai. Kampus yang ramai oleh mahasiswa baru yang sedang mengikuti orientasi menunjukkan betapa bersemangatnya awal tahun akademik.
Universitas Bogazici, terletak di distrik Besiktas, Istanbul, dikelilingi oleh sejarah. Dekat dengan Kampus Utara terdapat Benteng Rumeli atau Rumeli Hisari, yang dibangun oleh Sultan Muhammad II Al Fatih pada tahun 1451-1452 sebagai benteng pertahanan untuk menaklukkan kota Konstantinopel.
Kompleks kampus Universitas Bogazici terbagi menjadi dua, Kampus Utara dan Kampus Selatan. Fakultas Pendidikan, tempat Ceyda kuliah, berada di Kampus Utara, sehingga rutinitasnya selalu mengarah ke sana. Keputusannya untuk kuliah di Universitas Bogazici didorong oleh beasiswa yang diterimanya sebagai pelajar berprestasi saat SMA. Ceyda tidak ingin melewatkan kesempatan emas ini dan juga mewujudkan mimpinya menjadi seorang guru di kampus terbaik di Turki.
Beasiswa tersebut mencakup biaya kuliah dan biaya hidup di Istanbul, memastikan bahwa Ceyda dapat berkonsentrasi sepenuhnya pada studinya. Meskipun ayahnya, Tuan Bayram Elmas, turut membantu dengan sebagian biaya hidup, Ceyda merasa beruntung karena bisa fokus pada pendidikannya tanpa harus bekerja paruh waktu.
Ceyda awalnya berkeinginan untuk bekerja paruh waktu untuk membantu meringankan beban keuangan ayahnya, tetapi larangan tegas dari sang ayah membuatnya merubah rencananya. Tuan Bayram Elmas ingin agar Ceyda fokus pada studinya, terlebih karena biaya hidupnya sudah ditanggung oleh universitas. Dengan begitu, Ceyda tidak perlu merasa cemas terkait keuangan.
Saat pertama kali melepas putrinya ke Istanbul dua tahun yang lalu, Tuan Bayram Elmas tampak penuh kesedihan dan kekhawatiran. Dalam momen tersebut, dia mengungkapkan penyesalannya atas pertengkaran hebat yang terjadi di antara mereka sebelumnya. Ceyda memberikan pelukan yang menenangkan kepada ayahnya, dan keduanya saling meminta maaf atas kejadian tersebut. Kini, setelah berlalunya dua tahun, Ceyda merasa ayahnya lebih bangga dengan prestasi dan pencapaian akademis yang telah dicapainya selama menjalani kuliah di Istanbul.
“Ceyda!”
Ceyda menoleh setelah berhasil memarkir sepedanya di tempat parkir sepeda di halaman Fakultas Pendidikan. Seorang gadis Turki berlari menghampiri Ceyda, tinggi badannya seratus enam puluh delapan sentimeter, tubuhnya ramping dengan lekuk yang menunjukkan keanggunan. Wajahnya oval dengan mata yang besar dan tajam, hidung kecil yang mancung, rambut panjang dan coklat gelap, serta kulitnya yang cenderung putih dengan sentuhan keemasan.
Gadis itu memakai blus lengan panjang dengan detail ruffle yang memberikan sentuhan feminin dan jeans ripped yang memberikan tampilan kasual dan edgy. Dia menggendong tas punggung seperti Ceyda. Begitu menghampiri Ceyda, gadis itu langsung memeluk Ceyda erat-erat.
“Seni çok özledim, iki aydır görüşmüyoruz!”[3]