Ketika Nesrin pertama kali menginjakkan kaki di kampus untuk memulai perjalanan kuliahnya, kabar mengenai kepopuleran Murat sebagai pemain basket andalan universitas telah mencapai telinganya. Informasi tersebut bukan sekadar serpihan rumor di koridor kampus, melainkan sebuah fenomena yang senantiasa menjadi perbincangan di antara para senior dan teman-temannya. Meski awalnya tidak terlalu tertarik pada klub atau aktivitas apa pun di kampus, Nesrin lebih memilih menyalurkan waktunya untuk berbelanja dan bersenang-senang bersama teman-temannya. Di sekitar kampus, ia membentuk geng eksklusif yang terdiri dari anak-anak konglomerat, tidak hanya di Fakultas Ekonomi tempatnya kuliah, melainkan juga dari lintas fakultas yang lain.
Suatu ketika, suasana berubah saat Nesrin diajak oleh teman-temannya untuk menyaksikan pertandingan basket sengit melawan tim universitas lain. Di sana, di tengah sorakan penonton dan gebrakan bola basket, Nesrin melihat sendiri ketangguhan Murat dalam bermain. Keahlian dan keperkasaan Murat di lapangan membuat Nesrin tak dapat mengabaikannya. Akhirnya, Nesrin pun menyadari bahwa popularitas Murat tidak hanya terdengar di antara para mahasiswa, tetapi juga membuatnya diidolakan oleh banyak perempuan di kampus ini.
Mengetahui bahwa Murat adalah anak pejabat nomor satu di kota Istanbul dan bahkan anak dari rektor universitas, Nesrin yakin bahwa kekuatan dan pengaruh orang tuanya dapat membantunya mendekati Murat. Dalam hatinya, Nesrin memiliki tekad bulat untuk membuat Murat menjadi miliknya. Ia rela mempertaruhkan reputasi keluarga Demirtas, sebuah nama yang sudah lama dikenal di kalangan masyarakat Istanbul. Keluarga Demirtas, sebagai pemilik Grup Demirtas, telah lama menjelma menjadi ikon bisnis perhotelan dan pariwisata di Turki.
Pengaruh keluarga mereka tergambar dalam kekayaan yang melimpah, dengan usaha hotel eksklusif, paket wisata khusus, restoran-restoran dan kafe bintang lima, gedung-gedung mewah untuk perhelatan megah, serta pusat spa dan kebugaran. Mereka juga aktif dalam menyediakan program-program keanggotaan eksekutif dan meluncurkan berbagai inisiatif kampanye lingkungan hidup.
Perjalanan bisnis keluarga Demirtas tidak hanya membuahkan kesuksesan di dalam batas negara Turki, melainkan telah merambah ke kancah internasional dengan membuka puluhan cabang usaha di belasan negara, termasuk Indonesia. Nama Demirtas sendiri bukanlah sekadar sebutan keluarga konglomerat, melainkan sebuah ikon prestise yang mengundang hormat dari siapa pun yang mendengarnya. Mereka adalah figur yang tak hanya dikenal, tetapi juga dihormati. Tak seorang pun berani mencoba mengganggu ketentraman atau merusak citra yang mereka bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.
Dalam dunia kampus, khususnya di Fakultas Ekonomi tempat Nesrin menjalani kehidupan mahasiswanya, menjadi seorang Demirtas bukan hanya sebuah status, tetapi juga keistimewaan. Nesrin merasa hidup dalam kemewahan dan memiliki hak istimewa untuk mendapatkan segala yang diinginkannya. Di mata Nesrin, memiliki seorang pacar sepopuler dan sekarismatik Murat Akman hanyalah salah satu dari banyak bentuk privilege yang dimilikinya.
Nesrin yakin bahwa Murat adalah pilihan yang tepat baginya. Keduanya berasal dari keluarga nomor satu, sehingga dalam pandangan Nesrin, keharmonisan dan keserasian mereka tidak diragukan lagi. Ia memandang masa depan mereka sebagai sepasang kekasih yang akan menjadi sorotan di kalangan elite. Dengan keyakinan dan tekad yang bulat, Nesrin bersumpah untuk mengejar Murat, meski harus melalui berbagai rintangan dan ujian selama dua tahun perjuangannya.
Namun, realitas tidak selalu seindah harapan. Nesrin menyadari bahwa perjalanan cintanya tidak semulus yang diimpikannya. Murat, ternyata, tidak sepenuhnya terpikat oleh pesona dan status Nesrin. Sebuah patah hati yang tak terduga menimpanya ketika menyadari bahwa perhatian Murat lebih tercurahkan pada Ceyda Elmas, seorang gadis sederhana yang berasal dari kota Adana di selatan Turki. Meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, Ceyda memiliki daya tarik yang membuatnya populer di kampus.
Kesal dan kecewa menghampiri Nesrin saat Murat tampaknya tidak memedulikan usahanya. Bahkan ketika diundang ke pesta ulang tahun ibu Murat, pria itu tetap acuh tak acuh padanya. Perasaan tidak dihargai semakin menjadi-jadi ketika Murat justru membela Ceyda ketika Nesrin mencoba menjatuhkannya. Itulah puncak kemarahan Nesrin yang tertahan selama dua tahun.
Namun, puncak kemarahan itu mencapai titik puncaknya saat Nesrin menyaksikan momen Murat dan Ceyda duduk berdua di kafe Turkish Delight Lounge di Ortakoy. Meski tidak dapat mendengar percakapan mereka, ekspresi dan keakraban yang terpancar di mata mereka membuat hati Nesrin terasa remuk. Rasa cemburu yang selama dua tahun telah tertahan meledak, dan Nesrin bersumpah untuk membuat Ceyda menderita sebagai bentuk pembalasan.
Dengan tekad yang membara, Nesrin memulai langkah pertamanya untuk membalas dendam. Dia menginstruksikan teman-temannya untuk membuntuti Ceyda dengan cermat, mencatat setiap langkah gadis itu di kampus. Informasi yang terkumpul membuka tirai kehidupan Ceyda, yang ternyata jauh dari sorotan publik yang bersinar terang di dunia Nesrin. Ceyda, gadis sederhana asal Adana, lebih memilih melibatkan diri dalam dunia akademis ketimbang kehidupan sosial kampus yang penuh intrik.
Dari hasil mata-mata yang rinci, Nesrin mengetahui bahwa Ceyda tidak aktif di berbagai kegiatan kampus. Sebaliknya, waktu gadis itu lebih banyak dihabiskan untuk belajar. Dengan satu teman dekat bernama Zeynep Nazli, Ceyda memiliki rutinitas harian yang teratur. Ia sering mengunjungi masjid untuk mencari ketenangan, perpustakaan untuk mendalami ilmu, kafe kampus sebagai tempat makan siang, dan taman-taman kampus untuk belajar bersama Zeynep. Pada akhir hari, Ceyda selalu pulang ke apartemennya di Jalan Gul Sokak. Di akhir pekan, kehidupan Ceyda lebih banyak dihabiskan di apartemen, jarang keluar rumah, kecuali jika bersama Zeynep.
Informasi ini membuat Nesrin merasa lebih unggul. Dia meremehkan Ceyda yang dianggapnya kurang gaul dan tidak sesuai dengan standar kehidupan sosial yang diharapkan oleh Murat. Sebagai perempuan yang memiliki pergaulan yang luas, seringkali mengunjungi tempat-tempat mewah, dan memiliki kebiasaan membeli barang-barang mahal yang kemudian diumbar di hadapan teman-temannya, Nesrin merasa dirinya adalah pilihan yang lebih baik bagi Murat. Rasa bangga dan merendahkan diri terpampang jelas di wajah Nesrin. Bagaimana mungkin Murat tertarik pada gadis seperti Ceyda?
Tersenyum penuh kepuasan, Nesrin mulai merencanakan aksi pertamanya untuk mempermalukan Ceyda. Dengan perasaan kemenangan yang membara, dia yakin bahwa rencananya akan berhasil mengguncang dunia sederhana yang dibangun oleh Ceyda.
Dua minggu kemudian, suatu sore di kota Istanbul, awan mendung tebal meliputi langit, menciptakan suasana yang penuh ketegangan. Angin berhembus kencang, menambah dramatisasi pada hari yang tampaknya akan berubah menjadi hujan. Ceyda, dengan kecepatan sepedanya, bergegas pulang setelah menyelesaikan kuliahnya. Rasa khawatir melanda dirinya, ingin cepat sampai di apartemen sebelum hujan turun dengan lebat.
Namun, di tengah perjalanan di Jalan Raya Nisbetiye Caddesi, sepedanya tiba-tiba dihadang oleh sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam metalik, Audi A8L. Ceyda, terkejut, hampir jatuh dari sepedanya. Kecaman dan kemarahan menyelinap di wajahnya, Ceyda segera turun dari sepedanya dan melangkah cepat ke arah mobil tersebut. Dengan ketukan yang keras, dia meminta sopir membuka jendela.
Jendela mobil turun perlahan, mengungkapkan sosok sopir laki-laki berperawakan sedikit tua dengan wajah yang dingin dan penuh ketenangan. Ceyda tidak bisa menyembunyikan rasa frustrasinya, "Apa maksud Anda menyerempet sepeda saya!"
"Bayan sizinle konuşmak istiyor,"[1] ucap sopir dengan suara kaku dan tanpa ekspresi.
"Nona?" Ceyda merasa kebingungan. Seseorang kemudian keluar dari pintu belakang mobil, dan rasa keterkejutan langsung menghampirinya. Itu adalah Nesrin. Dengan langkah santai, Nesrin mendekati Ceyda, wajahnya terlihat ramah.
“Halo, Kak Ceyda,” sapa Nesrin.
"Oh, kamu," Ceyda menyahut dengan nada tidak senang, "apa maksud sopir kamu membuat aku hampir jatuh dari sepeda, ha?"
Nesrin dengan wajah tetap ramah menjawab, "Kak, aku minta maaf. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."
Ceyda mendengus kesal, "Ya sudah, kalau kamu tidak ada urusan, aku harus pulang!"
Nesrin, tetap tersenyum, memegang lembut lengan Ceyda, "Maaf, Kak. Aku akan bilang sopirku untuk lebih berhati-hati. Tapi, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Bolehkah?"
Ceyda menatap Nesrin dengan curiga, tetapi akhirnya mengangguk setuju. Nesrin tersenyum santai, mencoba meyakinkan Ceyda yang masih terlihat curiga. "Sebenarnya aku mau menemui Kakak sore ini. Itulah kenapa aku suruh sopir aku menghadang sepeda Kakak di sini," jelasnya dengan nada ramah, tetapi tetap mengandung ketegasan.
"Lütfen benimle şaka yapma, tamam mı?"[2] Ceyda menatap Nesrin dengan pandangan tajam, menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap tindakan yang dianggapnya provokatif.
Nesrin merogoh sesuatu dari dalam tas tangannya dengan penuh ketertiban. Dengan gerakan yang terukur, ia menarik sebuah kartu bermotif dari dalamnya, lalu memberikannya kepada Ceyda. "Tolong, Kak. Ini untukmu," ujarnya sambil tersenyum.
Ceyda menerima kartu tersebut dengan ekspresi yang masih curiga, "Apa ini?"
Nesrin menjelaskan dengan antusias, "Kakak tahu Pesta Popularitas?"
Sebuah gelombang ketidakpercayaan muncul di wajah Ceyda. "Seumur hidup aku kuliah di Bogazici, belum pernah kudengar nama pesta aneh seperti itu!" katanya dengan nada skeptis.
Tertawa kecil, Nesrin berkata, "Tentu saja, Kakak kan kurang gaul, jadi wajar kalau belum pernah dengar. Aku yang menginisiasi pesta ini. Sudah lama, loh. Kurang lebih satu tahun.”
Ceyda mendengar penjelasan itu dengan nada ragu, "Terus kenapa memangnya? Apa pentingnya pesta ini?"
"Penting dong, Kak. Pesta ini diperuntukkan untuk orang-orang paling populer di kampus kita, termasuk Kakak!" Nesrin berkata dengan penuh semangat. "Aku sudah lama mengenal Kakak sebagai orang paling populer di kampus. Populer cantik, pintar, alim, rendah hati, dan sederhana..."
"Sonra?"[3] kata Ceyda, yang masih belum yakin dengan motif di balik ajakan ini.
Nesrin tersenyum licik, "Aku akan senang kalau Kakak bisa datang. Hari Sabtu malam. Tempatnya di salah satu hotel milik perusahaan keluargaku, yaitu Hotel Istanbul Serenity Suites! Kakak tahu kan hotel itu?"
Ceyda, setelah meresapi penjelasan itu, menggeleng pelan. "Ya, aku tahu. Tapi kurasa aku tidak berminat datang, maaf, ya," tolaknya dengan tegas, sambil mengembalikan kartu undangan itu.
"Kenapa? Oh, apa Kakak minder untuk datang?" goda Nesrin, menekap sedikit mulutnya seraya mengedip-ngedipkan kedua matanya dengan penuh kepura-puraan.
"Apa maksud kamu minder?" tanya Ceyda dengan nada tegas.
Nesrin menjawab dengan suara yang lunak, "Aku selama ini sudah tahu loh, Kak. Kakak kan kurang gaul, tidak punya banyak teman, di kampus cuma belajar saja. Teman Kakak cuma satu. Makanya tadi aku sebut Kakak kurang gaul."
Tidak terpengaruh, Ceyda menyahut dengan mantap, "Aku tidak peduli pandanganmu seperti apa padaku," katanya sambil memicingkan mata. "Aku bukan orang yang suka popularitas seperti kamu. Tujuanku di Bogazici hanya untuk mencari ilmu, bukan untuk bermain-main seperti kamu."
Nesrin mencoba mengelak, "Makanya, aku mengundang Kakak supaya bisa lebih banyak bergaul. Punya banyak teman. Punya banyak jaringan. Itu kan bisa lebih memperluas wawasan Kakak di masa depan. Siapa tahu Kakak akan punya jaringan yang lebih berguna, bukan?"
Ceyda yang sudah mulai merasa kesal bertanya langsung, "Langsung intinya saja, Nesrin. Apa mau kamu?"
Kesempatan Nesrin untuk menjelaskan lebih lanjut dimanfaatkannya dengan baik, "Karena aku mau berteman baik dengan Kakak. Aku mau mengajak Kakak berkenalan dengan teman-temanku, supaya Kakak bisa memperluas pergaulan!"