Air Mata Bintang

kieva aulian
Chapter #4

Anomali Imanku

Langkah kecilku menuju masjid mungil tak jauh dari kostanku. Isya berjamaah adalah destinasi harianku. Selepas ritual indah itu, kakiku beringsut mengajak pulang. Langkah kecil menapaki jalan setapak basah, akibat gerimis selepas maghrib tadi.

Malam itu langit hitam menjadi kanvas dari lukisan bulan yang bulat anggun. Menemaniku melewati jalan setapak kehidupan yang secara jujur harus kuakui belum sepenuhnya kumengerti. Bintang-bintang, kemayu, bergantian mengedipkan mata. Cahayanya seperti menghitung sisa-sisa hari yang disediakan Allah untukku.

Lacewings[1] dengan dengkur halusnya, lelap, selepas seharian berburu nektar dan menyantap telur ngengat yang diracik Tuhan. Peredu tak kalah pulas, di kanan kiri jalan, layu, saling bersandar kepala, pulas dininabobokan semesta. Angin malam dingin mengiris, menembus rongga kain, menggigilkan rongga jiwa hingga nyaris beku.

Tatapku beradu kening dengan bulan, dia sedang mempertontonkan keindahannya lewat sela-sela daun bambu. Sesaat kemudian dia beralih, menampakkan kemolekannya di puncak pohon bambu. Angin yang sedari tadi menemani, perlahan meniup daun-daun bambu sesuka hati, menjadi mozaik dari lukisan bulan yang kuning keemasan. Mozaik alam, cermin hatiku yang pancawarna.

Sementara bercak bintang seperti lukisan statis, diam membatu ditempatnya. Malas merayapi langit, hanya redup terangnya saja yang tampak , selebihnya tak lebih dari arca yang membatu meski tak sampai kehilangan indahnya. Entah..aku tak mengerti, apakah itu simbol kesetiaan atau simbol keengganan untuk meninggalkan zona nyaman, seperti kebanyakan manusia yang malas bergerak.

Katak bernyanyi mengiringi pameran lukisan itu dengan simponi penuh harmoni tanpa cela. Sebuah simponi yang hanya bisa lahir dari tangan dirigen yang Maha Sempurna. Alunannya mengalir dibawa angin, meresonansi setiap sudut gang sempit, tempatku beratap.

Memang tak semua penghuni gang mencerna fenomena ini sebagai sebuah sonata. Mungkin sebagian mendengarnya sebagai sebuah lagu nostalgia belaka, sambil memilin-milin benang memori kehidupan lawas mereka. Sebagian lain mungkin menganggapnya tak lebih dari lagu pengantar tidur menuju peraduan. Sebagian lain, mungkin menganggapnya sebagai sebuah kedamatan, sehingga perlu meredamnya dengan hentakan musik dunia yang memekakan telinga.

Bagiku suara alam itu seperti simfoni dari sebuah orkestra alam yang menerbangkan jiwa ke langit ruhiyah yang tak terperikan indahnya. Alunannya melayangkanku melampaui seluruh lapisan langit. Menerbangkan jiwaku teramat jauh tanpa batas. Menerbangkan imajiku ke tempat yang tak terungkapkan dengan segenap kata.

Aku mengurung diri di kamar. Seperti malam-malam yang telah lalu, setiap usai mendengarkan ceramah Ustadz Rahman maka malamnya selalu kuhiasi dengan merekamnya ke dalam folder favouritku my spiritual Journey.

Aku mencintai sepi, kesendirian dan keheningan. Sekelebatan ingatanku terantuk pada wajah Bung Karno yang dengan puitis menemani kesendirianku, meski sekejap. “Ada saatnya dalam hidupmu engkau ingin sendiri saja, bersama angin menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata”

Kunyalakan komputer tuaku, monitor renta itu mulai menampakan wajah suramnya. Tapi apa peduliku, yang penting hatiku tengah berbunga-bunga merasakan mujizat kata-kata sang Ustadz yang begitu mempesonaku.

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Keangkuhan macam apa yang akan aku pertontonkan pada dunia menghadapi ancaman dan goda rayunya? Apakah kejeniusan yahudi atau keangkuhan ateis yang tega membunuh Tuhan dalam jiwa mereka? Membunuh anugerah teragung dalam hidup dan kehidupannya. Aku memilih mempertontonkan kekuatan cinta Ilahi pada dunia.

Karena hanya cinta-Nya yang dapat mengalahkan setiap ancaman, hanya cinta-Nya yang dapat menaklukan setiap goda rayu dunia yang asyik masyuk membuai jiwa-jiwa terlena. Yaa..hanya cinta-Nya ya....cukup cinta-Nya.

Aku berazam untuk meraih cinta-Nya apapun yang akan terjadi nanti. Kan kukorbankan segenap cinta dunia untuk mereguk indah cinta-Nya, kan kukorbankan segenap asa untuk mereguk cawan rindu-Nya. Kan kupalingkan wajahku dari dunia semu dan hanya wajah-Nya yang akan selalu kutatap dalam-dalam di setiap detik hidupku.

Lihat selengkapnya