Dua puluh tiga hari sudah Ervan menghilang. Sementara kedua teman kami yang dinyatakan hilang telah ditemukan dalam keadaan selamat. Pihak kepolisian dapat diyakinkan bahwa kami bukan pelaku pembakaran bendera di insiden Senin berdarah itu. Tapi Ervan bagai ditelan bumi, ia menghilang, tanpa seorang pun tahu keberadaanya. Kedua orang tuanya sudah berupaya menghubungi pihak-pihak yang dianggap dapat membantu mencari keberadaan anak tunggalnya itu , tapi sia-sia. Tak satu pun pihak bertindak serius mencarinya.
Tim pencari dari para demonstran pun tak letih mencari, namun hasilnya nihil. Ervan benar-benar menghilang. Kemana teman ateisku ini? Teman yang begitu yakin dengan keateisannya, namun tetap bersahaja menghargai perbedaan dengan semua orang termasuk aku.
Harus kuakui, aku kagum padanya, kagum pada keteguhan sikapnya, kagum akan keberaniannya dan pada kejujurannya. Mungkinkah Ervan hanya tinggal kenangan. Hanya fotonya tersimpan rapih di handphoneku. Aku berjanji untuk tak akan pernah menghapusnya. Sempat ku sampaikan kabar duka ini pada Alina lewat sms, tapi tak pernah tersampaikan, mungkin nomor Alina sudah diganti. Mungkin Alina melakukan itu untuk menghapus semua kenangannya bersama Ervan yang sangat dicintainya.
Harus kuakui, aku merasakan kehilangan yang sangat besar. Aku kehilangan teman berdiskusi bahkan berdebat. Kini aku merasakan kesunyian di tengah hingar bingar tanya yang terus menggerus imanku. Setelah tembok penyangga imanku runtuh, kini aku harus kehilangan sahabat yang selalu membakar jiwaku untuk bersikap berani jujur dan tulus.
“Nak Bintang...lagi tidur yah..” suara Ibu kost ku terdengar memecah lamunanku.
“Eh...ga bu..Saya lagi baca-baca”, jawabku bohong, sungguh kebiasaan buruk yang sangat tak pantas ditiru.
“Oh..ini ada surat nak...tapi tidak ada nama pengirimnya”
Segera kuhampiri , rasa penasaran menggelegak, siapa gerangan mengirimiku surat. Seumur-umur baru dua kali aku dikirimi surat. Pertama dari Bandi teman SMAku yang mengajak reunian, dan kedua dari Rani yang isinya tidak jelas.
“Tadi kata Edi waktu dia duduk duduk di depan ada orang nitipin surat ini.” Jelas bu kost memecah kebingunganku. Setelah sebaris ucapan terimakasih ku pada bu kost, kubuka perlahan amplop putih itu.
Kepada
Akhi Bintang
Di bumi Allah
Assalaamu’alaiku wr. Wb.
Semoga lindungan dan limpahan rahmatNya senantiasa menaungi kita bersama.
Akhi, saya mohon maaf bila surat ini mengganggu kenyamanan akhi. Sebelumnya saya turut berbela sungkawa atas hilangnya Ervan teman akhi. Semoga Allah selalu melindunginya.
Akhi, saya sadar sepenuhnya. Akhi pasti kecewa dengan apa yang telah terjadi. Tapi sudilah kiranya akhi membaca dan merenungi lebih dalam apa hikmah dan apa yang sebenarnya terjadi.