Citra sudah duduk manis di kursi kayu depan indekosnya. Menunggu Dion menjemputnya. Hari ini mereka akan merayakan hari jadian mereka yang kedua tahun.
Senyuman menghiasi wajah cantik Citra saat sebuah mobil Porsche Boxster putih berhenti tepat di depan pagar.
“Lama banget. Nyasar di mana kamu?” tanya Citra sedikit menggerutu saat Dion sudah berdiri tepat di hadapannya.
“Malam ini kamu cantik banget. Jadi pengen cepet-cepet bawa kamu ke KUA,” ucap Dion, berusaha untuk mengalihkan kekesalan Citra.
“Udah, nggak usah ngegombal. Gombalanmu basi. Bilangnya mau cepet-cepet bawa aku ke KUA, tapi ujung-ujungnya beraninya cuma bawa aku ke kondangan aja.” Dion tertawa pelan. “Belum ada modal, Sayang. Nikah kan modalnya nggak sedikit. Tunggu aku jadi pengacara terkenal dulu, ya, baru kamu aku pinang.” Perlahan Rasa Itu Datang
“Cukup pinang aku dengan bismillah, Dion,” celetuk Citra.
“Bener kamu mau aku pinang hanya dengan bismillah? Kalau iya, besok aku bakal ke Bandung buat ngelamar kamu.”
“Sok aja kalau berani mah. Eh iya, selain baca bismillah, paling nanti kamu juga disuruh sama uak-uak aku buat baca surah Al-Baqarah. Udah hafal belum?”
“Jangankan surah Al-Baqarah, surah Al-Kafirun saja aku tidak hafal,” jawab Dion jujur.
“Hafalin dong!”
Dion membukakan pintu mobil untuk Citra. “Memang kamu sendiri hafal?”
Citra menggeleng santai seraya tersenyum polos. Jangankan surah Al-Baqarah, surah Al-Qari’ah saja lupa-lupa ingat. Tepatnya lebih banyak lupa dibanding ingatnya.
***
Citra dan Dion merayakan hari jadian di sebuah kafe dekat kampus Citra. Kafe itu tempat Dion menyatakan cintanya kepada Citra.
Sederhana namun romantis.
“Sayang....”
“Hmm...?”
“Bolehkah aku meminta sesuatu sama kamu?”
“Mau minta apa? Jangan yang mahal-mahal, ya.... Uang bulanan aku dari Mama tinggal dua puluh persen, padahal ini baru awal bulan,” ucap Citra bercanda.
Dion tertawa. “Nggak jadi mintanya.”
Citra mengembuskan napas lega. Ia sangat yakin kalau apa yang hendak Dion minta adalah hal paling berharga yang ia miliki. Hal itu harus ia jaga hingga proses akad terlaksana. Citra memang sangat mencintai Dion, tapi ia tidak akan membiarkan cinta itu menghancurkan dirinya.
***
Danang menghentikan mobil di salah satu rumah makan Padang yang terletak dekat dengan kampusnya dulu saat mengejar gelar dokter. Tidak tahu kenapa hari ini ia ingin sekali makan nasi Padang.
“Wah, Danang. Sudah lama tidak mampir. Ke mana aja?” tanya pemilik rumah makan yang memang sudah mengenal Danang dari zaman ia masih jadi mahasiswa rantau dari kota Kembang.
“Ada kok, Uni,” jawab Danang tersenyum sopan.
“Sudah nikah belum? Kalau belum, mau nggak Uni jodohin sama anak Uni? Insya Allah setahun lagi lulus, jadi perawat.
Cocoklah dokter sama perawat.”