Air Mata di Ujung Kiblat

Jiebon Swadjiwa
Chapter #10

BAB 10: Gradasi Perubahan

Tiga bulan telah berlalu sejak Anjas memutuskan untuk kembali ke dalam kehidupan Neisha dan anak-anaknya. Setiap akhir pekan, Anjas datang ke rumah dengan harapan bisa memperbaiki hubungan yang sudah lama renggang.

 Neisha tak lagi datang dengan tangan kosong; selalu ada oleh-oleh kecil yang ia bawa, entah itu roti kesukaan Dimas atau buku cerita untuk Dendi.

 Pagi itu pun, Anjas tiba lebih awal dari biasanya, membawa sekotak roti isi cokelat yang ia tahu adalah favorit Dimas.

Neisha, yang sedang menghidangkan teh di meja makan, menatap Anjas dari dapur. Hatinya masih diliputi keraguan, meskipun ia melihat usaha nyata dari Anjas untuk kembali ke dalam kehidupan mereka.

Momen-momen seperti ini membuatnya teringat masa-masa awal pernikahan mereka, saat Anjas selalu berusaha membuatnya tersenyum dengan hal-hal kecil.

 “Pagi, Neisha,” sapa Anjas sambil meletakkan kotak roti di meja. “Aku bawakan roti isi cokelat, kesukaan Dimas.”

 Neisha mengangguk pelan. “Terima kasih, Anjas,” jawabnya singkat.

 Dalam hati, ia berusaha keras untuk tidak membiarkan perasaannya terlalu terbawa. Namun, melihat usaha Anjas yang konsisten, ia mulai merasakan ada sesuatu yang berubah, sesuatu yang mungkin layak untuk dipertimbangkan.

 Dimas yang mendengar suara Anjas, langsung berlari dari ruang tamu ke dapur. Mata kecilnya berbinar-binar ketika melihat kotak roti di meja. “Ayah! Roti kesukaanku!” seru Dimas dengan gembira.

 Anjas tertawa kecil, senang melihat reaksi putranya. “Iya, ayah ingat kamu suka roti ini.”

 Dendi, yang sejak tadi duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya, hanya melirik sekilas ke arah dapur. Ia merasa canggung dengan kehadiran Anjas, meskipun ia tahu pria itu adalah ayahnya.

 Dalam hatinya, Dendi ingin bisa merasa dekat dengan Anjas, tapi perasaan asing dan jarak yang tercipta selama bertahun-tahun membuatnya sulit.

 “Dendi, kamu mau sarapan bareng ayah?” tanya Anjas, berusaha mengajak putra sulungnya untuk bergabung.

 Dendi mengangkat bahunya, setengah enggan, “Mungkin nanti, ayah. Aku masih mau main game.”

 

Neisha bisa melihat rasa kecewa di wajah Anjas, meskipun pria itu berusaha menyembunyikannya. Ia tahu, butuh waktu bagi Dendi untuk bisa merasa nyaman dengan kehadiran Anjas kembali dalam hidup mereka.

Lihat selengkapnya