Air Mata di Ujung Kiblat

Jiebon Swadjiwa
Chapter #15

Bab 15: Menuju Tanah Suci

"Harapan dan ketakutan sering kali berjalan berdampingan, terutama ketika kita tidak tahu apa yang menanti di depan."

Neisha duduk di sudut kamar, buku Dream Catcher terbuka di pangkuannya, tapi matanya tidak mengikuti kata-kata di halaman itu. Alih-alih, pikirannya melayang jauh ke dalam hatinya yang bergejolak. Setiap kalimat di buku itu mengingatkan dia pada banyak kenangan: luka-luka dari masa lalu, rasa yang masih membara untuk Anjas, dan secercah harapan yang tampak samar tentang masa depan di Tanah Suci.

"Harapan dan ketakutan," gumam Neisha, merenungkan kalimat pembuka dari bab yang ada di depannya. "Keduanya selalu bergandeng tangan, seperti cahaya dan bayangan yang tak terpisahkan. Kita takkan pernah tahu apa yang menunggu di depan, tapi kita tetap melangkah, dipandu oleh harapan yang tak pernah padam."

Dan meski harapan itu teramat kecil, ia masih bersemayam dalam sanubarinya.

**

Penerbangan menuju Tanah Suci terasa begitu panjang dan melelahkan. Di sampingnya, Anjas tampak tenang, terlelap dalam mimpi indah. Namun, di dalam hati Neisha, ketenangan itu seakan sebuah ilusi. Pikiran dan perasaannya saling berkejaran, melompat dari satu kenangan ke perasaan yang tak terungkap. Setiap kali matanya terpejam, bayangan masa lalu muncul dengan jelas—terutama saat-saat pahit ketika Anjas pergi begitu saja, tanpa alasan, tanpa sebuah perpisahan yang layak.

Saat itu, Neisha masih bergelut dengan kenyataan pahit kehilangan Gani. Dalam kebingungannya yang mendalam, Anjas hadir dengan sinar hangatnya, membangkitkan harapan bahwa ia bisa merasakan cinta lagi, bisa percaya lagi. Namun, ketika kenyataan hidup mulai menguji hubungan mereka, Anjas memilih untuk pergi. Meninggalkan Neisha dalam kesendirian yang menyesakkan, dengan hanya dua anak yang harus ia besarkan seorang diri, menambah beban hatinya yang sudah berat.

Neisha menghela napas panjang, merasa dadanya sesak dengan kenangan pahit itu. "Bagaimana mungkin aku bisa memaafkannya? Bagaimana mungkin luka ini sembuh hanya dengan satu perjalanan?"

Tapi, di balik semua pertanyaan itu, ada sesuatu yang Neisha tahu: perjalanan ini bukan hanya tentang Anjas. Ini juga tentang dirinya sendiri. Tentang melepaskan beban masa lalu dan menemukan kedamaian dalam hatinya, entah dengan memaafkan atau dengan belajar menerima apa yang sudah terjadi.

**

Penerbangan berlangsung dalam keheningan, tetapi di dalam benak Neisha, suara-suara kenangan berbisik tanpa henti. Ia teringat kembali pada percakapan mereka sebelum berangkat, saat Anjas meminta kesempatan untuk memperbaiki semuanya. "Aku ingin kita mencoba lagi, Neisha," ucap Anjas saat itu. "Aku tahu aku sudah melukaimu, tapi aku ingin memperbaiki semuanya."

Kata-kata itu masih menggema di telinganya. Dan meskipun Neisha ingin mempercayainya, ada ketakutan yang tak bisa ia hilangkan begitu saja. "Bagaimana jika dia melukai aku lagi?" pikirnya. "Bagaimana jika semua ini hanya ilusi yang akan berakhir dengan lebih banyak rasa sakit?"

Lihat selengkapnya