Air Mata di Ujung Kiblat

Jiebon Swadjiwa
Chapter #17

Bab 17: Refleksi di Tanah Suci

Pagi itu, langit Madinah tampak cerah. Udara pagi yang segar menyelimuti rombongan jemaah yang bersiap-siap untuk city tour. Di antara mereka, Niesha dan Anjas berjalan beriringan menuju bus yang akan membawa mereka mengunjungi beberapa tempat bersejarah di kota suci ini. Niesha menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hatinya yang masih dipenuhi kebingungan. 

Sejak mereka tiba di tanah suci, Niesha merasa hatinya dipenuhi banyak pertanyaan yang belum terjawab. Anjas, suaminya, tampak tak sadar akan gejolak dalam diri Niesha. Ia tetap bersikap biasa, seolah-olah tidak ada yang salah. Namun, justru itulah yang membuat Niesha semakin sulit untuk bersikap. 

Mereka menaiki bus dengan jemaah lainnya, duduk bersebelahan di kursi yang sempit. Anjas tersenyum kecil padanya, tapi Niesha hanya membalas dengan senyuman tipis. 

“Sudah siap untuk city tour hari ini?” tanya Anjas, mencoba membuka percakapan.

Niesha mengangguk pelan. "Iya, insya Allah," jawabnya singkat. 

Anjas tampak sedikit bingung dengan jawaban Niesha yang begitu singkat, namun ia tidak menekannya lebih lanjut. Ia tahu ada yang mengganggu pikiran istrinya, tapi ia juga tahu bahwa Niesha akan berbicara jika sudah siap. 

Sementara itu, Niesha menatap keluar jendela bus, melihat bangunan-bangunan kota Madinah yang berlalu seiring perjalanan. Hatinya terus bergejolak, mengingat pernikahannya dengan Anjas dan perasaannya yang masih belum bisa sepenuhnya menerima kehadiran Anjas kembali dalam hidupnya. 

Di dalam dirinya, Niesha masih merasakan bayangan Gani, suaminya yang pertama, yang meninggal beberapa tahun lalu. Bersama Gani, Niesha merasa hidupnya utuh, meski mereka tidak selalu setuju dalam segala hal. Namun, ada rasa saling pengertian yang dalam di antara mereka, yang tidak pernah ia rasakan lagi sejak Anjas kembali dalam hidupnya. 

“Kita akan sampai di Masjid Ijabah sebentar lagi,” pemandu wisata di depan bus memberikan pengumuman. Suaranya bersemangat, menceritakan sejarah masjid tempat doa-doa Rasulullah sering dikabulkan. "Masjid ini dikenal sebagai tempat yang penuh berkah. Banyak jemaah yang berdoa di sini untuk mendapatkan petunjuk atau keinginan mereka terkabul."

Kata-kata "petunjuk" dan "keinginan terkabul" itu membuat hati Niesha berdesir. Ia butuh petunjuk. Sangat. 

Ketika bus berhenti, Niesha dan Anjas turun bersama jemaah lain. Masjid Ijabah tampak indah dalam kesederhanaannya, dikelilingi suasana tenang yang membuat siapa pun yang melihatnya merasa damai. Anjas menggandeng tangan Niesha lembut saat mereka memasuki pelataran masjid.

“Kamu mau berdoa di sini?” tanya Anjas dengan suara rendah.

Niesha mengangguk, mencoba memberikan senyuman yang tulus. “Iya, aku mau berdoa sebentar.”

Mereka masuk ke dalam masjid, dan suasana khusyuk langsung menyelimuti hati Niesha. Ia duduk di salah satu sudut, mengamati suasana sekitar sebelum menutup matanya. Dalam doanya, Niesha berbicara kepada Tuhan dengan hati yang penuh keraguan dan kebingungan.

“Ya Allah, aku benar-benar membutuhkan petunjuk. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Hatiku masih bimbang, apakah aku harus menerima Anjas kembali sepenuhnya atau tidak. Tolong bantu aku untuk membuat keputusan yang benar. Jika memang Anjas adalah yang terbaik untukku, tolong tunjukkan padaku. Jika tidak, tolong beri aku kekuatan untuk melangkah pergi,” doanya dalam hati.

Lihat selengkapnya