Air Mata di Ujung Kiblat

Jiebon Swadjiwa
Chapter #18

Bab 18: Perjalanan ke Makkah

Niesha menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah keluar dari kamar hotel. Hari kelima ini terasa berbeda. Setelah empat hari beribadah di Madinah, hari ini rombongan jamaah, terAnjasuk dia dan suaminya, Anjas, akan melanjutkan perjalanan menuju Makkah untuk melaksanakan umroh pertama mereka. Perasaan Niesha bercampur aduk. Di satu sisi, dia merasa bersemangat untuk melaksanakan ibadah umroh, tetapi di sisi lain, hatinya Anjasih terasa berat.

"Niesha, ayo. Rombongan sudah siap," suara Anjas terdengar dari balik pintu. Pria itu tampak tenang dan penuh semangat, berbeda dengan kegelisahan yang terus membayangi pikiran Niesha.

“Iya, Sebentar lagi,” balas Niesha sambil menatap bayangannya di cermin. Wajahnya tampak letih, meskipun dia mencoba tersenyum. Di dalam hati, dia tahu ada sesuatu yang belum terselesaikan. Sebuah rasa yang terus membelit pikirannya setiap kali dia melihat Anjas.

Saat mereka keluar dari kamar hotel, suasana sibuk langsung menyergap mereka. Rombongan jamaah sudah berkumpul di lobi, sebagian besar dari mereka saling berbicara riang, mungkin karena semangat untuk melanjutkan perjalanan menuju Makkah. Namun, Niesha tidak bisa sepenuhnya tenggelam dalam keriuhan itu. Dia tetap terjebak dalam pikirannya sendiri.

“Kamu baik-baik saja, Neisha?” tanya Anjas tiba-tiba, memecahkan keheningan yang membungkus mereka berdua. Dia meraih tangan Niesha, seolah mencoba menenangkan istrinya yang tampak gelisah.

Niesha tersentak. "Aku baik-baik saja," jawabnya singkat. Dia berusaha tersenyum, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya.

Anjas tampaknya bisa merasakan ada yang tidak beres, tetapi dia memilih untuk tidak mendesak. “Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, aku selalu ada buat kamu, ya?” Anjas berkata lembut, menatap Niesha dengan tatapan penuh kasih.

Niesha hanya mengangguk pelan, tetapi hatinya Anjasih terasa hampa. Dia tahu bahwa Anjas berusaha yang terbaik untuk memahami dirinya, tetapi ada sesuatu yang membuatnya sulit untuk membuka hati sepenuhnya. Sesuatu yang berkaitan dengan Anjasa lalunya — dengan Gani, suaminya yang pertama.

Saat mereka naik ke dalam bus yang akan membawa mereka menuju Makkah, Niesha mencoba memfokuskan pikirannya pada ibadah. Dia menatap keluar jendela, menyaksikan jalan-jalan Madinah yang perlahan-lahan menghilang dari pandangannya. Namun, semakin dia mencoba fokus, semakin kenangan tentang Gani membayangi pikirannya. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan Gani, suaminya yang pertama, yang sudah tiada tetapi Anjasih begitu hidup dalam ingatannya?

“Aku nggak tahu kenapa aku terus memikirkanmu, Gani…” gumam Niesha pelan, hampir tidak terdengar.

Di sampingnya, Anjas duduk dengan tenang, memandangi jalan dengan mata penuh harapan. Dia tidak tahu bahwa di dalam hati Niesha, ada badai perasaan yang berkecamuk. Niesha memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya, tapi justru ingatan-ingatan tentang Gani kembali hadir dengan jelas. Perjalanan singkat mereka, senyum lembut Gani, dan bagaimana Gani dulu sangat mendukung keinginan Niesha untuk menjalankan umroh bersama.

"Seharusnya aku ke sini bersamamu, Gani," bisik Niesha dalam hati.

Perasaan bersalah menghantui dirinya. Niesha mencintai Anjas, tetapi perasaan itu tidak sebesar cinta yang pernah dia rasakan untuk Gani. Saat dia menatap Anjas yang sedang melamun, dia merasa bahwa ada sesuatu yang hilang dalam hubungan mereka. Sesuatu yang tidak pernah bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.

“Kamu tahu, kalau kita nanti sampai di Makkah, aku pengin banget kita berdoa bareng di depan Ka'bah,” kata Anjas tiba-tiba, memecah kesunyian di antara mereka.

Niesha membuka matanya dan menatap Anjas, lalu mengangguk. “Iya, Kita doakan yang terbaik buat kita.”

Anjas tersenyum. "Iya, dan aku juga mau doain supaya semua yang terjadi di Anjasa lalu bisa kita tinggalkan. Aku ingin kita fokus ke Anjasa depan."

Kata-kata Anjas seperti menancap dalam di hati Niesha. "Tinggalkan Anjasa lalu..." bisik Niesha dalam hati. Tapi bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan Anjasa lalu ketika setiap sudut dari hatinya Anjasih terikat pada kenangan bersama Gani?

Selama perjalanan itu, Niesha lebih banyak diam. Setiap kali Anjas berbicara, dia hanya menanggapi dengan singkat. Niesha merasa seolah-olah dia sedang menjalani sebuah pertarungan dalam dirinya sendiri, sebuah pertarungan antara keinginan untuk melanjutkan hidup bersama Anjas dan rasa bersalah karena belum bisa benar-benar melupakan Gani.

***

Ketika mereka akhirnya tiba di Makkah, suasana berubah total. Langit senja yang kemerahan menyambut rombongan saat mereka turun dari bus. Niesha berdiri di depan Anjasjidil Haram, hatinya bergetar saat melihat Ka'bah dari kejauhan. Ini adalah momen yang selama ini dia impikan — berada di depan rumah Allah, melaksanakan ibadah umroh. Tapi ada perasaan aneh yang menyelimuti hatinya.

Lihat selengkapnya