Air Mata di Ujung Kiblat

Jiebon Swadjiwa
Chapter #23

Bab 23: Kembali ke Kehidupan Sehari-hari

Matahari baru saja menyinari kamar Niesha saat dia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Alarm ponselnya berbunyi lembut, namun cukup untuk mengingatkannya bahwa hari baru telah tiba. Perlahan-lahan, dia mengusap wajahnya, berusaha mengumpulkan tenaga untuk memulai rutinitasnya. Dari kamar sebelah, terdengar suara langkah kaki kecil yang berlarian, menandakan anak-anaknya, Dendi dan Dimas, sudah bangun.

“Bunda, aku nggak bisa nemuin sepatu sekolahku!” teriak Dimas dari kamar.

Niesha tersenyum tipis, lalu bangkit dari tempat tidur. “Di mana kamu taruh terakhir kali, Dimas?” tanya Niesha sambil berjalan menuju kamar anak-anak.

“Nggak tahu, tadi aku taruh di ruang tamu, tapi sekarang hilang,” jawab Dimas dengan nada panik.

Di ruang tamu, Niesha menemukan sepatu Dimas tersembunyi di bawah meja terhalang oleh kain lap tangan. “Ini dia. Lain kali, coba cari lebih teliti, ya,” kata Niesha sambil memberikan sepatu itu pada Dimas.

Dimas tersenyum lebar. “Makasih, Bunda.”

Sementara itu, Dendi duduk di meja makan, menyantap roti bakar dengan santai. “Bunda, nanti setelah pulang sekolah, aku mau main bola sama teman-teman, boleh, kan?”

Niesha mengangguk sambil menyiapkan bekal untuk kedua anaknya. “Boleh, tapi jangan lupa PR dulu ya, Dendi.”

“Siap, Bunda!” sahut Dendi dengan penuh semangat.

Setelah semua siap, Niesha mengantar Dendi dan Dimas ke sekolah. Di dalam mobil, suasana penuh dengan celotehan Dimas diselingi dengan keisengan Dendi pada adiknya itu.

“Bunda, kemarin di sekolah aku belajar tentang planet-planet. Kata Bu Guru, ada planet yang lebih besar dari Bumi!” cerita Dimas dengan antusias.

“Betul, itu Jupiter. Planet terbesar di tata surya kita,” jawab Dendi mendahului Bundanya untuk menjawab cerita Dimas.

“Itu besar banget, ya Kak!” sahut Dimas dengan mata berbinar. Dendi Mengangguk pasti, saat adiknya sengaja membalikan badan, karena Dendi yang duduk di kursi belakang. 

Setelah mengantar mereka ke sekolah, Niesha melambaikan tangan dan menatap anak-anaknya hingga hilang dari pandangannya, barulah ia masuk kembali ke dalam mobil dan berangkat ke kantor.

***

Di kantor, Niesha duduk di mejanya, mencoba fokus pada laporan yang harus diselesaikannya. Suara tuts keyboard dan obrolan kolega di sekitarnya terasa seperti kebisingan yang jauh. Pikiran Niesha mulai melayang, memikirkan pernikahannya dengan Anjas. Setelah umroh, dia berusaha untuk menerima Anjas kembali, tetapi hatinya masih penuh kebimbangan.

“Pagi, Bu Niesha,” sapa Maya, rekan kerja Niesha, dengan senyuman ramah. “Ada kabar terbaru tentang presentasi proyek bulan depan?”

“Oh, pagi, Maya,” jawab Niesha sedikit tersentak dari lamunannya. “Belum ada kabar, tapi aku sedang menyusun laporannya. Kamu?”

“Aku juga lagi pusing nih. Banyak banget yang harus diselesaikan,” Maya tertawa kecil. “Btw, Bu Niesha kenapa? Pulang umroh malah murung? apa masih kecapean ya?”

Niesha mencoba tersenyum. “Ah, nggak kok. Tapi mungkin juga sih..., maklum perjalanan kan cukup melelahkan,” jawab Niesha sambil tersenyum tipis.

Maya memandangnya dengan tatapan penuh perhatian. “Hmmm..., Jangan dipendam sendirian, Kalau butuh teman cerita, boleh kok aku akan selalu siap mendengarkan... demi bu Niesha!"kata Maya sambil tersenyum penuh arti.

Lihat selengkapnya