Aku hanya bisa terdiam ketika diriku dipaksa menjadi seorang pembuat keputusan akan nasib Raja Raksasa yang bernama Kamandanu dan juga rakyatnya. Aku lihat baik Patih Lodaya ataupun Ratu Kencana Wungu sangat tidak ragu jika aku memutuskan untuk membunuh Kamandanu dan rakyatnya.
Karena bagaimanapun Kamandanu telah melakukan kesalahan dengan cara menyerang pasukan Harimau yang berada di bawah komando Patih Lodaya. Serta kehadiran Kamandanu sangat menakuti para warga yang sedang mengadakan tahlilan di rumah ku dan yang paling penting kehadiran Kamandanu Raja Raksasa tersebut sangat membuat ku takut.
Akan tetapi setelah aku pikirkan lagi, “Kamandanu telah bersikap Kesatria dan mengakui kesalahannya!”
“Tuan Putri, jika memang Tuan Putri ingin memberikan hukuman maka limpahkanlah semua kesalahan dan amarah Tuan Putri hanya kepada ku. aku mohon berikan belas kasihan untuk rakyat ku dan para prajurit ku yang hanya mengikuti perintah ku!” Kamandanu berbicara dengan suara bergetar dan masih dalam posisi bersujud di depan Ratu Kencana Wungu.
Setelah mendengar perkataan kamandanu raja para raksasa, aku bagaikan di tampar dengan sangat keras. Karena sempat terlintas di benak ku untuk menghukum Kamandanu yang berwajah jelek karena menakuti diri ku. sejujurnya baru kali ini aku melihat makhluk berjenis kelamin pria bersikap sebagai seorang pria sejati, biasanya aku hanya melihat sosok pria sejati dari bapak ku dan tidak pernah menemukannya di diri makhluk lainnya.
Muncul perasaan iba dalam hati ku, kepada sosok Raja Raksasa yang bernama Kamandanu. Aku sempat berdiam diri beberapa saat sambil memejamkan mata ku. lalu aku merasakan kehadiran seorang lelaki di dalam angan ku.
“Kanaya, ampunilah Kamandanu dan minta dia untuk tidak mengganggu para penduduk desa dan menerima sesaji lagi dari penduduk desa!” sebuah suara pria yang sangat kharismatik menggema di kepala ku.
Aku rasa suara tersebut sangat familiar dan bukan suara Gunawan, karena nada bicara Gunawan terdengar lebih santai dan lebih seperti anak muda. Yah walaupun aku dan dirinya hidup di zaman yang berbeda. Tapi diriku mengetahui jiwa gunawan masih sangat muda dan pola pikirnya lebih santai dan cocok dengan diri ku.
Sedangkan suara yang menggema ini terdengar sangat bijaksana dan seperti sosok seorang kakek yang sedang menasehati cucunya yang nakal. Setelah dua tarikan nafas berikutnya aku sudah menentukan keputusan ku dan aku juga sudah membuka mata ku.
“Raja Kamandanu, angkatlah kepala mu dan tatap aku!” gumam ku sambil menatap kearah Kamandanu sang Raja Raksasa.
Entah apa yang merasuki diriku sehingga aku mau melihat wajah menyeramkan Kamandanu. Secara perlahan Kamandanu mengangkat kepalanya dan menatap ku dengan wajah yang dipenuhi bulu berwarna hitam dan caling besar yang keluar dari mulutnya. Matanya yang merah tidak simetris menatap ku dan sedetik kemudian aku melihat ketakutan di mata Kamandanu ketika pandangan kami terkunci.
“Sendiko Tuan Putri!” Kamandanu langsung merapatkan kedua tangannya yang memiliki kuku panjang dan dipenuhi bulu-bulu hitam, kamandanu menaruh tangannya di depan dadanya dan kini posisi Kamandanu sudah duduk dengan kaki yang ditekuk.
Anehnya ketika aku melihat Kamandanu tidak ada rasa takut yang muncul dari dalam diriku, aku justru menjadi iba dan kasihan ketika aku melihat tubuh Kamandanu bergetar setelah bertemu pandang dengan diriku.