Pernikahan Fatimah Humairoh sudah berjalan hampir lima tahun. Dia selalu saja mendapatkan sindiran-sindiran pedas dari Desi yang merupakan ibu mertuanya.
Di dapur Fatimah sedang memasak sup kesukaan dari Yusuf, suaminya. Tiba-tiba datanglah Desi.
“Istri macam apa, udah lima tahun nikah tapi belum bisa kasih keturunan buat suaminya. Aduh kasihan banget anak aku harus dapat istri yang mandul.” Desi sengaja untuk menyindir Fatimah yang sedang mengaduk sayur sup ayam. Dia bahkan tidak peduli perasaan dari Fatimah yang merupakan menantunya.
Fatimah hanya berusaha untuk menahan perasaannya yang begitu pedih. Dia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak jatuh di kedua pelupuk matanya. Dia berusaha tetap tegar selama tinggal bersama ibu mertuanya yang super bawel dan cerewet.
“Dasar wanita nggak berguna! Harusnya tahu diri lah menikah selama lima tahun tapi nggak ada hasil sama sekali! Padahal pingin cepet-cepat nikah, eh ternyata....”
Fatimah berusaha untuk menutup kedua telinganya.
“Ya ampun, Ini masakan apa, Fatimah? Kamu masak kayak sampah gini!” Omel Desi ketika dia mencicipin perkedel buatan Fatimah. “Udah, nggak enak masih aja masak! Kamu itu istri nggak becus! Harusnya putraku tidak menikah dengan wanita seperti kamu yang mandul dan gak becus urus-urusan rumah tangga! Bahkan ngerawat diri aja nggak pernah!”
Fatimah berusaha untuk menelan semua kata-kata dari Desi. Dia tidak melawan sepatah kata pun dari Desi. Dia hanya terdiam saat itu. Bahkan dia berusaha keras untuk menghadapi kenyataan bahwa dirinya bukanlah perempuan yang sempurna.
“Mama malu sekali punya menantu seperti kamu Fatimah! Beberapa tetangga-tetangga di luar selalu menanyakan kapan kamu hamil? Kamu harusnya ijinkan suami kamu menikah lagi dengan perempuan lain, jika kamu tidak bisa sama sekali menjadi seorang istri yang sempurna!”
Fatimah tetap menahan rasa sakitnya sendirian. Dia berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Dia menikah hanya untuk ibadah.
Desi terlihat begitu sangat dongkol. Dia sebenarnya tidak pernah menyetujui pernikahan putranya dengan Fatimah. Baginya Fatimah tidak sesuai dengan standar menantu idamannya.
"Sabar Fatimah Kamu pasti bisa untuk bertahan." Fatimah berusaha untuk menyemangati hatinya sendiri yang terluka. Walaupun dia tidak pernah sanggup untuk menjalani kehidupan yang begitu rumit. Dia berharap jika satu persatu masalahnya cepat selesai.
*
Di sebuah taman kota, Yusuf melihat ada pedagang martabak manis kesukaan Fatimah. Dia mulai berinisiatif untuk memberikan martabak manis favorit Fatimah. “Aku akan membelikan satu kotak untuk istriku.” Dia menggumam sambil menghentikan motornya. Dia mulai memarkirkan motornya di sekitar area pedagang martabak manis pak kumis.