Kedua mata Sinta pun saling bertemu dengan sosok lelaki yang dia kenal sebelumnya. Dia berusaha untuk menebak-nebak siapa lelaki itu. Kemudian lamunannya tersentak ketika dia mendengarkan suara seseorang berbatu kecil-kecil dari belakang.
“Eh...” Sinta menatap begitu sangat tajam sekali. Dia melihat Fatimah yang berdiri di belakangnya. Dia menjadi sangat gugup sekali.
“Mbak Sinta, dicari sama bude Amira.”
“Hah? Emang ada apa Fatimah? Tumben bener dia nyariin aku. Padahal tadi udah mau ngajak ribut.”
“Fatimah juga nggak tahu. Kenapa Bude Amira memanggil Mbak Sinta?” Fatimah mengangkat kedua bahunya sambil menatap wajah Sinta.
Mendadak pelayan itu pun pergi meninggalkan Sinta. Hingga Sinta pun teringat tentang temannya di waktu SMA. "Jangan-jangan itu si Haikal?" Dia mencoba untuk menerka dengan sedikit menggumam dalam hati. Namun dia berusaha untuk menepiskan karena dia juga merasa sedikit lupa dengan sosok Haikal sahabatnya di SMA.
"Ayo, Mbak Sinta!” ajak Fatimah untuk menemui Bude Amira. Meskipun Fatimah sedikit tidak menyukai sosok bude Amira yang selalu saja suka comel. Dia juga tidak suka dengan kata-kata budenya yang suka menyakiti hati siapa saja.
*
Di ruang tamu terlihat beberapa keluarga yang sudah berkumpul. Termasuk Desi, Rumini, Amira dan kerabat lainnya.
“Eh... Sinta. Bude mau kenalin kamu sama ini. Dia adalah seorang kapten pilot. " ujar Amira menatap wajah Sinta.
Sinta tersenyum kecut ketika melihat sosok pria yang usianya sekitar 40 tahun. Pria itu terlihat sangat matang sekali. Namun Sinta hanyalah mengangkat satu alisnya. "Nggak usah deh bude. Lagian Sinta udah punya pacar kok. Nggak perlu toh Sinta dikenal kenalin sama bapak-bapak yang nantinya dia adalah suami orang," kata-kata sarkasme yang telah ditembakkan ke arah Amira.
"Ya ampun. Anak kamu ya sama keras kepalanya sama kamu, Rum. Padahal aku cuman berniat baik loh buat kenalin sama yang sukses. " ujar Amira menatap wajah Rumini.
“Saya sih nggak memaksa anak saya. Karena bagi saya kebahagiaan anak saya itu yang terbaik. Mau bagaimanapun juga pilihan anak saya selalu saya hargai, dibandingkan anak saya harus menderita dalam sebuah tekanan keluarga masa depannya. Kenapa nggak kamu jodohin sama anak kamu yang kedua itu si Laksmi?” Ujar Rumini.
“Kamu tahu kan si Laksmi orangnya yang idealisme. Dia susah diatur tidak seperti kakaknya yang sat set sat set langsung dapat.” ujar Amira.