Malam yang begitu sangat panjang sekali ketika Fatimah memikirkan sesuatu tentang kehidupannya kelak. Dia tidak bisa untuk memejamkan kedua matanya karena dia masih mengingat sebuah keputusannya yang akan melukai hatinya sendiri.
“Kamu kenapa dari tadi gerak-gerak terus?” Tegur Yusuf yang tidurnya mulai terganggu karena pergerakan yang telah dilakukan oleh Fatimah. Dia bisa melihat jika Fatimah tampak begitu sangat gelisah sekali setelah Kejadian beberapa jam yang lalu. “Kalau kamu merasa tidak yakin dengan keputusanmu itu, kita bisa bicarakan lagi. Bahkan aku juga tidak sanggup jika membagi cintaku untuk yang lain.” Lanjutnya.
Fatimah sebenarnya tidak rela jika harus melihat suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Dia juga tidak yakin, bagaimana nasib kedepannya.
*
Keesokan harinya di ruang makan. Terlihat wajah dari Desi yang menatap Fatimah dan Yusuf.
“Hari ini mama akan mengatur pertemuan antara kamu dengan perempuan pilihan mama. Oh ya kamu sebaiknya di rumah aja Fatimah. Lagian kalau kamu ada di sana maka akan gagal.” Desi menatap wajah Fatimah. Dia sebenarnya sudah dari dulu ingin menyingkirkan Fatimah dalam keluarganya. Dia merasa jika Fatimah tidak layak menjadi menantunya karena status sosialnya tidak setara.
“ Yusuf nggak mau, Ma. Fatimah harus tetap di sana. Karena dia berhak tahu siapa perempuan kedua yang akan menikah denganku.” Yusuf menatap Desi. Sementara Fatimah hanyalah diam saja tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya.
“Mama itu nggak mau kalau rencana ini bakalan gagal. Kamu tahu kan kalau dia itu cuman wanita pembawa sial! Kamu harus ingat kalau papa kamu meninggal gara-gara wanita ini!" Sebuah dendam masa lalu telah menyelimuti hati Desi. Dia bisa merasakan ada luka yang mendalam.
"Udahlah Mas Yusuf. Fatimah di rumah aja. Lagian Fatimah masih banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan." Fatimah merasakan dadanya sesak hingga ke ulu hati. Dia merasa pernikahan itu sudah di ujung tanduk. Dia yakin jika setiap ujian akan ada jalan tengahnya.
"Itu istri kamu setuju. Kamu nggak usah kebanyakan protes,” Desi mengambil dua selai roti yang diisi dengan selai kacang.
*
Di ruang kerjanya terlihat Yusuf sedang mempersiapkan beberapa berkas-berkas untuk meeting. Dia merasa tidak bisa berkonsentrasi dikarenakan banyak hal dalam rumah tangganya. Dia sebenarnya tidak pernah tega melihat istrinya harus tertekan karena ibunya.
Yusuf merasa kebimbangan dalam keputusannya. Dia mencoba untuk memikirkan segala cara. Namun dia sudah mencoba dengan Fatimah melakukan proses bayi tabung. Alhasil semuanya gagal karena kondisi kandungan dari Fatimah mengalami masalah.
Sebenarnya Yusuf dan Fatimah berencana untuk mengadopsi anak di sebuah Panti Asuhan. Tapi rencananya ya tersebut ditentang oleh ibunya. Karena ibunya berpikir jika anak dari Panti Asuhan itu merupakan latar belakang yang buruk dari kedua orang tuanya. Hal itu menimbulkan sebuah perdebatan antara mereka.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar ruangan kerja Yusuf.
“Masuk!” Perintah Yusuf dari dalam ruangan kerja. Dia merasakan jika pikirannya sedang kacau. Dia juga memikirkan sebuah kebahagiaan untuk istrinya.
Suara pintu terbuka, lalu kedua mata Yusuf tertuju ke sosok perempuan cantik yang tidak asing di kedua matanya.
Di balik tembok dapur, Fatimah yang merasa hatinya begitu sangat sesak sekali melihat keakraban mereka berdua. Dia berusaha untuk menahan air matanya yang sudah berada di pelupuk matanya.