Malam itu hujan turun pelan, seperti air mata langit yang tahu rasaku.
Aku duduk di ambang pintu, dengan tubuh yang tak lagi terasa utuh.
Langit seolah ingin memelukku, namun tak bisa. Seperti banyak hal dalam hidupku:
ingin… tapi tak bisa. butuh… tapi tak ada.
“Tuhan… jika Engkau ada, bisakah Kau bawa aku pergi dari rumah ini?”
“Aku tidak minta kaya, tidak minta bahagia… cuma minta jangan dipukul lagi.”
Aku berbisik pelan, tak yakin apakah Tuhan bisa mendengar suara bocah yang tak penting ini. Sebab selama ini, suara tangisku pun tidak pernah dianggap suara.
Di belakangku, ayah masih tertawa di balik asap rokoknya, dan ibu masih mencoba berdiri sambil menahan perih di perutnya.
Tuhan, kalau Engkau terlalu sibuk… setidaknya bisikkan pada waktu agar segera pagi.
Karena malam terlalu panjang untuk anak kecil sepertiku, yang hanya ingin tidur tanpa mimpi buruk, tanpa suara teriakan, tanpa panas luka yang belum kering.