Hidup pernikahan mereka sederhana. Makan dari nasi yang pas-pasan, tapi hati ibu selalu penuh.
Ia tak pernah mempermasalahkan isi kantong Akbar— selama pelukannya tetap hangat.
Hingga suatu sore, Erwin datang.
Teman masa kecil Akbar itu datang dari kota, membawa cerita tentang kemewahan, apartemen, dan gaji jutaan.
Akbar mendengarnya seperti bocah menemukan mainan baru. Matanya berbinar. Dadanya menggembung.
Erwin pulang malam itu. Dan Ayah datang ke Ibu, dengan wajah penuh harap.
“Dik… Erwin ngajakin aku kerja di kota. Katanya ada peluang.”
Ibu hanya diam. Lalu dengan suara nyaris bisik, bertanya:
"Emang hidup kita sekarang nggak bahagia, Mas?"
Ayahku menghela napas.
“Bahagia… tapi kita belum punya apa-apa.Aku cuma mau bahagiain kamu.