Air Terjun Misterius

Eddy Tetuko
Chapter #1

Banjir Bandang


Pada siang hari, jauh di hulu sungai Bukit Seluma, berjarak puluhan kilo meter dari anak-anak muda pencinta alam telah berhasil menaklukkan, menemukan, "Air Terjun Misterius."

Air terjun itu berada di pedalaman tepi sungai. Tertutup oleh kerimbunan pohon, semak belukar

Penemuan, Air Terjun Bukit Seluma, ini. Merupakan kisah nyata! Mengalaminya sendiri.

Dapat ditemukan di sana. Masih berdiri kokoh sampai sekarang. Bagi siapa saja yang punya, Nyali!

Saat ini, mereka tengah begembira. Tidak menyadari bakal terjadi bencana dahsyat, akan mengubur mimpi mereka selamanya.

Awan gelap menyelimuti dataran hulu sungai, diikuti sambaran petir mengglegar, bersahut-sahutan. Sebentar lagi akan turun hujan lebat, bakal menumpahkan jutaan liter air. Digelontorkan begitu saja. Akan mengalir deras dari hulu sungai jauh di sana! 

Benar saja, tidak menunggu lama, hujan turun begitu derasnya. Menyelimuti, menggenangi seluruh daratan. Sambaran petir terus menyalak, menghujam ke tanah berkali-kali. Memporakporandakan tanaman, pohon, disekitarnya.

Tidak lama kemudian, banjir bandang datang. Begerak cepat tanpa terkendali, menuju jembatan warung pak Amat. Berada di bawah base camp, tempat berkumpulnya seluruh karyawan tambang. Termasuk anak-anak dari teknik pertambangan, dipekerjakan di sana.

Saat ini mereka masih berada di air terjun. Baru saja merayakan kemenangan atas keberhasilannya.

Saatnya mengakhiri suka cita. Raymond, sebagai seorang Safety Officer, merupakan sosok paling bertanggung jawab dalam keselamatan. Akan memimpin perjalanan pulang.

"Waktunya sudah habis! ayo semua berkemas kita kembali pulang!"

Raymond, memberikan perintah dengan tegas. Sesuai dengan batas waktu disepakati bersama.

"Sebelum matahari terbenam, harus sudah sampai!"

Olivia, ikut dalam rombongan ini merupakan Engineer. S-1, lulusan universitas swasta ternama mulai mengeluh. Merasa waktu begitu cepat berlalu, belum puas menikmati indahnya air terjun, ini.

"Yaah, ... padahal pengen lebih lama lagi di sini, baru juga sebentar."

Sedangkan Astrid, seorang Geologi, turut serta dalam rombongan mengusulkan,

"Kapan nanti kita datang lagi ke sini berkemah. Setuju, nggak, kalian?"

Disahut oleh Arief, dari bagian Explorasi. "Setuju banget! ... kita ajak teman-teman yang lain."

Raymond mendekati Andin. "Masih, sakit? Kita mulai jalan lagi, ya. Masih kuat, kan?"

"Masih kuat, kok, Mas ... sudah mendingan. Tapi Andin mulai kedinginan."

"Ditahan saja, ya. Semoga kita cepat sampai." Sambil mengucapkan itu, Raymond mengecup kening Andin.

"Mas, sebelum kita pulang, foto berdua, yuk. Di depan batu itu. Olivia! Tolong, dong, fotoin."

Raymond memberikan ponselnya kepada Olivia, kemudian berdua bergaya di depan batu besar.

Andin sendiri merupakan putri bos besar Hermanto, pemilik tambang batu bara, Bukit Seluma. Saat ini sedang magang di perusahaan ayahnya.

Sementara di warung pak Amat. Maharani, Andy, dan Dewi. masih setia menunggu. Berkali-kali menghubungi melalui selular, dan radio. Sementara waktu sudah menunjukkan jam dua, siang, lebih.

Maharani membawai, Quality Control. Andy juga S-1. Engineer. Sedangkan Dewi, sebagai Administrasi, di kantor.

Mereka tidak ikut dalam rombongan mencari keberadaan air terjun. Dikarenakan bertiga, tidak bisa berenang.

Dewi mulai khawatir. "Bagaimana ini, tidak ada kabar berita dari mereka? Mudah- mudahan, sih, dalam perjalanan pulang."

"Sabar saja, kita tunggu mereka pulang." Maharani mencoba menenangkan diri.

"Break! Break! .... Arief, bisa monitor Andy, bicara?" Andy menghubungi melalui radio. Memastikan keberadaan mereka. Tidak ada jawaban!

Masih di hulu sungai jauh di sana. Jutaan kubik air tumpah dari langit, berjatuhan. Semakin tinggi meluap ke daratan, tidak tertampung lagi!

Merayap deras mengikuti alur sungai. Bergemuruh suaranya menerjang apa saja ada di depan. Berarak, bagaikan tsunami, membawa segala lumpur, kayu, dahan, dan ranting. Terus mengalir dengan kecepatan tinggi! 

Tidak seorang pun, menyadari!

Semakin dekat menuju jembatan, warung pak Amat berada. Terdengar jelas ditelinga Maharani, dewi, Andy juga pelanggan warung lainnya.

Suara gemuruh banjir bandang datang! Mereka sontak berlompatan keluar, ingin mengetahui apa yang terjadi.

Semakin tidak terkendali, air bah menerjang daratan sungai. Suara derak puluhan pohon tumbang, menggema di sepanjang pinggiran sungai.

Panik bukan kepalang, ke tiga anak muda mendengar suara itu. Sudah melintas di bawah jembatan. 

"Dewi, Maharani! ... naik ke atas cepat! Lapor sama ibu Dian, pak Budi. Cepat lari .... Sana!" Andy berteriak kencang.

Tidak menunggu perintah kedua kalinya, Maharani, Dewi berlari kencang menuju ke atas. Sambil terus berteriak-teriak!

Lihat selengkapnya