Air Terjun Misterius

Eddy Tetuko
Chapter #2

Kembali ke Tanah Air

Diawali dengan penampakan pesawat Air Bus. A 320. British Airlines, di padang luas cakrawala biru merona. Dari London menuju Jakarta. Bersiap akan melakukan pendaratan di bandara Cengkareng. Soekarno-Hatta.

Di dalam ruang kabin kelas satu, Andin tampak sumringah. Sebentar lagi akan berjumpa dengan kedua orang tuanya, telah lama ditinggalkannya, guna menempuh studi di negeri orang.

Andin Nabila, gadis rupawan, saat ini berusia 24 tahun, merupakan putri satu-satunya dari keluarga, bapak Hermanto. Seorang pengusaha sukses.

Berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan gelar, Master of Business Administration. MBA.

Pesawat telah mulai mengurangi kecepatan dengan menjulurkan kedua sirip sayap, dikiri-kanan. Diikuti suara gemeretak roda telah dikeluarkan dari perut bawah pesawat.

Dari jendela pesawat tempat duduk Andin, terlihat deretan kapal besar kecil, saling berlomba untuk sampai ke dermaga. Seleret riak gelombang putih memanjang, terlihat diburitan masing-masing kapal.

Berganti pemandangan bentangan sawah di sepanjang jalur pantai, sebelum melintasi deretan bangunan gedung tinggi, dan kompleks perumahan.

Ujung landasan sudah terlihat jelas di kaca depan kokpit pesawat. Terdengar suara terakhir, perintah otomatis di kokpit. "Minimum!" 

Di saat itu juga, roda pesawat menjejak. Mendecit, menggerus aspal. Berasap! Meluncur deras di sepanjang landasan pacu.

Kemudian melambat dengan sendirinya, berbelok menuju Garbarata. Lorong untuk penumpang turun.

Penumpang terlihat sibuk, melepaskan sabuk pengaman, tidak sabar menyalakan ponselnya masing-masing untuk mengabari karabat, bahwasanya sudah mendarat. Andin pun, melakukan hal sama. Mamanya pertama kali dihubungi.

"Hallo, Ma, Andin sudah sampai, Sebentar lagi keluar ... siapa saja yang jemput, Ma?"

"Syukurlah, kamu sudah mendarat dengan selamat, Nak. Ini ada papa, Cassandra. Juga Anto dengan istrinya, siska, membawa anak-anaknya. Ada juga bu De, pak De. Semua sudah pada kangen, samamu."

Mama Andin buru-buru memberikan ponselnya kepada Hermanto, suaminya.

'Hallo, anak Papa, kamu baik-baik saja, kan? Sudah tidak sabar Papa menunggumu, ada banyak bagasi kamu, bawa?"

Baik-baik saja, Pa. Lumayan, ada tiga koper besar Andin bawa. Wah, rame juga yang jemput Andin, jadi pengen cepet-cepet ketemu."

"Jangan tergesa-gesa. Papa, Mama, juga semuanya sabar, kok, menunggumu."

"Terimakasih, Pa, Andin matikan dulu, ya, mau beresin barang bawaan."

"Ya, kita semua menunggumu di pintu keluar."

Akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba. Andin bergegas menuju pintu keluar, menggunakan gaun warna orange, dan blazer melingkar di pundaknya.

Nampak anggun, cantik, bak, seorang model. Sambil menarik kereta roda bagasi dipenuhi tiga koper besar. Anto, dengan sigap bergegas mengambil alih kereta roda bagasi terlihat berat itu.

Anto, dahulunya merupakan sopir pribadi keluarga Hermanto.

Biar bagaimana pun, Andin masih sebagai majikannya. Meskipun sekarang Anto telah berubah profesi, tidak menjadi sopir pribadinya lagi.

Andin sempat tertegun melihat Anto, sudah bertahun tidak dilihatnya.

"Hi! Anto, apa kabar? Mana, istrimu?"

"Baik, Alhamdulillah, Neng. Mari saya bawakan bagasinya."

"Terimakasih, Anto." 

Segera Andin berlari menubruk, memeluk mamanya.

"Ya ampun anakku, semakin cantik saja kamu sekarang ... baik-baik saja kamu, Nak?"

"Baik, Ma. Papa, apa kabar?"

Berbalik memeluk Papanya. Kini mereka bertiga berpelukkan melepaskan rasa rindu. Kemudian bergantian memeluk Pak De, dan Bu De, serta karabat lain turut menjemputnya.

Giliran Anto memperkenalkan istrinya Siska, dan ke dua anaknya. Baru kali ini dilihatnya.

Wah, gak nyangka istrimu secantik ini, Anto. Mana anak-anakmu? Sudah besar-besar, ya, kelas berapa kalian, sekarang?"

Menyapa kedua anak Anto, sambil memberikan dua keping coklat, diberikannya satu persatu.

Beralih ke Cassandra, sahabat setia selalu ada dalam suka dan duka, mereka berpelukkan dengan hangat. 

"Hi! Apa, kabar? Bagaimana dengan kuliahmu, sudah, selesai?"

"Baru, sebulan kemaren wisuda. Makin cantik saja kamu sekarang, apa nggak, kepincut sama orang bule, di sana?"

"Apaan, sih, kamu juga makin modis aja. Mana pacarmu, gak, diajak?"

Lagi sibuk dia, kapan nanti aku kenalin."

"Kalian mau makan dulu, sebelum kita pulang," Ibu Andin menyela.

"Boleh juga, Ma. Makan di mana, kita?"

Berombongan mereka memasuki restoran cepat saji di bandara, sebelum nantinya konvoi menuju rumah keluarga Hermanto.

Pada malam hari, telah berkumpul Andin, Mama dan Hermanto menikmati makan malam bersama.

Lihat selengkapnya