Air Terjun Misterius

Eddy Tetuko
Chapter #5

Menyatukan Dua Hati


Terlihat Raymond, dan Andin turun ke bawah sungai dari atas jembatan jalan utama. Kebetulan sungainya sedang dangkal. Ditepi kiri kanan sungai bisa dilewati.

"Awas, loncat ke bawah."

Raymond meraih tangan Andin turun ke sungai, dari atas jembatan. Tidak terlalu sulit.

"Kita coba jalan beberapa puluh meter kesana, ya, mengamati alur sungai ini. Kuat, nggak, Mbak Andinnya?"

"Kecil segini sama Andinnya, mah, ngenyek banget sih, Mas, ini."

Raymond tidak menjawab, Hanya mengatupkan telunjuk jari di tengah bibir. "Ssssst!"

Sambil mendesis seperti itu. Maksudnya, jangan bicara gegabah.

"Maaf, maaf, ... lupa pesan, Mas, semalam."

Andin menyadari kesalahan ucapannya, barusan.

Mereka berjalan di tepian sungai. Sekali-kali Raymond mengandeng tangan Andin. Cukup lapang, lebar, sungai dilewati, tapi terlihat menyempit di kejauhan sana.

"Mas, sering, ya, melakukan kegiatan seperti, ini?"

"Saya dulu kan, sering berpindah-pindah lokasi proyek. Dari pulau, Sumatra sampai pulau, Kalimantan, pernah dijelajahi. Jadi sering menerobos sungai, hutan belukar," jawab Raymond.

"Punya banyak pengalaman juga ya, Mas. Pasti ada cerita yang serem-serem," lanjut Andin.

Dijawab lagi oleh Raymond. "Iya, dulu waktu tugas di pedalaman sungai Tulang Bawang, Sumatra. Pernah hampir tenggelam di sungai itu. 

"Bukan hampir lagi. Sepertinya ..." 

"Seperti bagaimana, Mas?" Andin penasaran.

"Panjang ceritanya, mengerikan kalau mengingat masa itu. Sungainya lebih besar, lebar dan dalam. Lima kali lipat dari pada sungai ini,"

"Masak, sih, Mas? Jadi pengen tahu ceritanya."

"Ketemu harimau, ular besar, pernah juga," sambung Raymond.

"Nakut-nakutin saja, Mas, ini."

Sambil mendekatkan tubuhnya ke Raymond.

"Bilangnya, nggak, takut?"

"Kalau ketemu ular besar, ya, takutlah. Seandainya ditelan beneran, bagaimana?" Andin takut membayangkannya.

" Ya, nggak lah, kan, ada Mas, yang jagain Mbak Andin."

Mendengar itu Andin merasa terlindungi. Sekarang berani memeluk pinggang Raymond.

"Bagaimana menurut Mas, sungai ini, berbahaya apa, nggak?" pengen tahu jawaban Raymond.

"Sejauh ini aman-aman saja, tapi kita tidak tahu kalau sampai jauh ke hilir, sana. Sebaiknya kita balik lagi saja, rasanya sudah cukup. Paling tidak, hari ini sudah ada gambaran, seperti apa sungai ini." Mengajak Andin pulang.

"Sepertinya banyak ikan di sungai ini, lihat tuh, Mas." Sambil mengibas-ngibaskan sepatunya.

 "Hobi mancing, Mbak Andin?"

"Kalau mancing di laut Andin suka. Dulu kan, sering diajak papa ke pulau seribu, sambil mancing gitu. Kapan nanti, kita kesana, ya, Mas, kalau pas lagi cuti. Papa punya kapal yacht, pribadi sendiri."

"Luar biasa ayahnya Mbak Andin, ya. Menjadi pengusaha yang sukses."

"Mas juga bisa, seandainya tekun dan rajin. Apa-apa, kan, dimulai dari hal yang kecil dulu."

"Iya, sih .... Terimakasih motivasinya .... Boleh bertanya sesuatu, nggak, Mbak?"

"Mau menanyakan apa, Mas?" Andin jadi penasaran,

Sambil memperhatikan butir-butiran pasir terbawa arus kecil sungai.

"Saya ini karyawan baru, belum lama juga kenal samaMbak Andin. Kenapa, Mbak, begitu baik sama, saya?"

O, itu toh, pertanyaannya, Mau tahu, apa pengen tahu banget?" Meledek Raymond.

"Mau, banget, Mbak." Tanpa tedeng aling-aling, pengen tahu jawabannya, Andin.

"Karena ..."

Tidak meneruskan, tapi dilanjutkan juga.

"Mas, sudah punya, pacar?"

Belum sempat dijawab, tiba-tiba sekelompok anak-anak muda sudah berada di atas jembatan jalan.

"Itu, Mbak Andin sama Pak Raymond!" seru, Olivia.

Disambut riuh, mereka ikut turun bersama ke bawah sungai.

"Sedang apa, kalian?" sergah Andin.

"Habis mencari informasi di warung pak Amat. Tadi kami juga sudah survey sungai ini," jawab Arief.

"Kalian, sudah dapat tali tambangnya?" Raymond ingin memastikan.

Marcel menjawab. "Kebetulan yang punya warung di atas ada, Pak, kita dipinjamkan. Sepertinya cocok dengan yang Bapak, maksud."

Raymond menukas. "Bagus kalau begitu, nanti saya lihat. Jangan lupa nanti sore kita kumpul di depan mess, ya. Bawa semua perlengkapan. Kita akan mengadakan simulasi."

"Siap, Pak! .... Asyik, besok kita jadi berangkat." Astrid tidak bisa membendung kegembiraanya.

Mereka berombongan kembali ke mess, Sementara Andin dan Raymond menyambangi warung pak Amat.

"Kita jajan dulu, yuk, diwarung, sambil tanya-tanya." Mengajak Andin mampir.

"Andin kepengen melihat cara memproses kopi, sekilas pernah melihat di pondok sebelah warung, itu."

"Kita ke sana nanti mumpung masih ada waktu. Jadi pulang ke Jakarta, minggu depan?" Sengaja Raymond menanyakan itu. Sepertinya tidak berharap Andin pulang.

Lihat selengkapnya