Diketahui sebelumnya ke tujuh anak muda terombang-ambing terseret air bah, sekembalinya pulang. Setelah berhasil menemukan air terjun.
Tidak seorang pun mengetahui keberadaan mereka, entah sudah tenggelam di dasar sungai atau masih hidup(?)
Setelah sekian jam lamanya terombang-ambing, sampai menjelang malam hari tiba. Pada akhirnya, pada sebuah lembah sungai jauh di hilir. Tampak dua sosok manusia tersangkut di akar pohon tepi sungai, dalam keadaan terikat pada sebuah balok.
Keduanya tidak sadarkan diri!
Kedua insan malang itu ternyata Andin, dan Raymond. Mereka rupanya terdampar pada sebuah lembah tepi sungai, teronggok begitu saja di bibir sungai, setelah lebih dari tiga jam, terombang-ambing tidak menentu.
Perlahan, Raymond sudah mulai sadarkan diri, bertumpu pada sebuah balok, lebih dari separuh tubuhnya tenggelam. Tas ransel masih disandang dibahunya.
Seluruh tubuhnya penuh luka.
Baru menyadari, ternyata Andin masih berada disampingnya dalam kondisi yang sama. Bergelayutan pada sebongkah balok, namun masih belum sadarkan diri.
Setelah pulih sepenuhnya tingkat kesadarannya, perlahan mulai beringsut, melepaskan diri dari belitan akar. Menyeret Andin menuju tepian sungai lapang, memapah kesebuah cerukan tidak digenangi air.
Meletakkan Andin di sana dalam keadaan masih berpakaian lengkap. Ransel, pelampung, masih melekat ditubuhnya.
Sungguh kasihan Raymond melihat kondisi Andin saat itu. Terbaring lemah, basah kuyup, sekujur tubuhnya penuh luka. Wajahnya pusat pasi. Berharap masih hidup.
Merasakan gejolak batin begitu hebat, setelah menyadari kejadian dialami. Terdampar entah di mana, terasa menakutkan tempat ini.
Matahari perlahan mulai terbenam, menyembunyikan diri di bawah batas kaki langit cakrawala. Sebentar lagi hari mulai gelap.
Raymond bertekad akan melindungi Andin, dengan segala daya upaya yang bisa dilakukannya.
Seperti pernah diucapkannya tanpa sadar sebelumnya.
Di depan teras kamar Andin, malam sebelumnya. Akan meminjam sayapnya untuk dapat membawa pulang dengan selamat.
Ucapan tanpa sadar pernah dilontarkan, melihat seperti ada pusaran di kelopak mata Andin. Terjadi sungguhan!
Rupanya ini yang menjadi kegelisahan dirasakan sebelumnya, Setelah Andin memutuskan ikut serta dalam rombongan mencari .... Air Terjun Misterius.
Tidak ingin berlama merenung apa yang sudah terjadi, mulai bertindak.
Dengan parang dibawanya dipinggang, berusaha mencari sesuatu. Setidaknya tempat berteduh yang layak dihuni.
Tanpa memikirkan bahaya mengancam, dalam hutan rimba balantara Bukit Seluma. Dari pada membiarkan Andin tergeletak di ceruk dingin, lembab, tepian sungai.
Mulai mencari batang-batang kayu, dedaunan, dan akar tumbuh-tumbuhan untuk mendirikan pondok seadanya. Sebelum hari mulai gelap.
Bekerja cepat, sambil berkali-kali menoleh ke bawah, berkemungkinan melihat Andin telah sadar kembali.
Memotong bilah-bilah batang kayu, menancapkan ke dalam tanah, mengikatnya dengan akar pohon. Kemudian menutupinya dengan ranting, dan dedaunan. Berencana membuat pondok darurat berbentuk kerucut.
Ternyata Andin telah sadar, terlihat sedang menangis sesunggukan.
Segera melompat menghampirinya, langsung memeluk, merebahkan kepalanya dibahu.
Tanpa terasa Raymond pun ikut menangis, tidak tahan melihat penderitaan dialami oleh Andin.
Andin tidak mengira Raymond masih berada disisinya. Tidak kuasa menahan haru, menangis sejadi-jadinya. Rasa takut begitu hebat dirasakan, sedikit terobati.
"Mas, masih ada di sini, jangan takut. Saya berjanji akan mengantar Mbak, pulang. Masih ingat, kan, apa yang pernah, Mas, ucapkan semalam?"
Sambil mengelus bahu dan rambut Andin.
"Iya, Andin masih ingat. Mas, pernah bilang mau pinjam sayap Andin. Kenapa bisa terjadi betulan seperti ini, di mana kita sekarang? Andin takut, Mas." Terus menangis dipangkuannya.
"Tidak usah takut, jangan menangis lagi. Saatnya kita bertahan hidup. Kita harus saling mendukung, menguatkan satu sama lain. Yakin, dan percaya, bisa keluar dari situasi sulit. Meskipun nantinya harus melewati penderitaan panjang. Tuhan pasti menolong kita."
Raymond mencoba memberi hiburan, membakar semangat Andin agar tetap tegar, tabah menghadapi cobaan berat ini.
Andin pun bisa membayangkan, seperti apa yang akan terjadi nanti. Terdampar di tepian sungai hutan balantara, bisa sampai berhari-hari. Bahkan berbulan-bulan lamanya.
"Andin percaya, Mas, bisa melakukan semuanya, membawa Andin pulang kembali."
"Sekarang pindah ke atas, sudah hampir selesai pondok darurat, nanti kita buat api unggun. Bisa, berdiri? Ya, ampun, sepertinya ada banyak luka."
Iba sekali melihat kondisi Andin saat ini. Berantakan ... penuh luka disekujur tubuhnya, Mengginggil seluruh badan Andin.
Raymond sendiri sebetulnya juga mengalami hal sama, Tapi tidak dirasakannya. Lebih fokus ke Andin, dari pada dirinya sendiri.
Membobong ketempat yang lebih aman, akan menempatkan di pondok barusan dibuatnya. Tapi belum memadai betul untuk bisa ditempati.
"Duduk di sini dulu, ya, Saya mau selesaikan pondok ini."
Membongkar isi dalam ranselnya Semua masih terbungkus plastik kedap air. Mengambil salah satu bungkusan.
Satu stel pakaian traning kering tidak kemasukan air, memang sudah dipersiapkan semalam.
"Pakai kaos, celana training ini. Lepaskan semua pakaian basah, biar tidak kedinginan lagi.
Andin menerima kaos, celana training, dalam keadaan kering, pemberian Raymond. Tapi malu terlihat saat mengenakannya.