Air Terjun Misterius

Eddy Tetuko
Chapter #9

Operasi Pencarian


Pagi hari dilembah sungai jauh di hilir, menggantung embun tipis, jatuh dipermukaan daun-daun, membentuk bulatan kristal bening berkilau, disapu cahaya tamaram pagi.

Bergulir ke bawah menyapa lengan seorang gadis, membuatnya terbangun, setelah sekian lama tertidur dengan lelap.

Cahaya kuning emas pagi hari, menerobos sela-sela dedaunan, menerangi pondok di tempatinya.

Mencoba mencerna apa yang sesungguhnya terjadi, kenapa dirinya berada di sini?

Baru menyadari sepenuhnya kejadian dialaminya ... beruntung tidak sendiran. Melihat seonggok tubuh bertelanjang dada, terkulai lemas. Penuh dengan legam, dan luka disekujur tubuhnya!

Membungkuk, bersandar didinding pondok,

terbuat dari anyaman dahan, ranting dan dedaunan. Persis berada disampingnya.

Merasa iba melihatnya, berusaha mencari sesuatu untuk dapat menghangatkan tubuh pria disampingnya. 

Memberanikan diri mencoba keluar dari dalam pondok. Awalnya ragu, was-was, dengan keadaan sekitar, terasa asing baginya. Perasaan takut menghantuinya.

Teringat pesan sosok lelaki terkulai lemas disampingnya, harus kuat, tabah, menghadapi cobaan berat ini. Saling menguatkan.

Beranjak keluar dari pondok, disambut kupu-kupu berwarna warni, terbang mengitari dirinya.

Membuatnya terkesima, tidak menyangka mendapat sambutan sehangat ini. Membuyarkan rasa takut.

Mendapatkan lembaran-lembaran pakaian, tergantung diranting dahan. Berayun-ayun kesana kemari tetiup angin semilir pagi.

Menyadari dirinya saat ini berada di bawah perbukitan lembah anak sungai. Menengok kiri, kanan, dengan waspada. Dikejutkan suara lengkingan, puluhan monyet ekor panjang.

Mereka melompat dari pohon ke dahan, berayun-ayun mengelilingi pondok. Sepertinya keheranan mendapatkan tamu tidak diundang.

Tanpa beralaskan kaki mencoba mengais barang-barang tergeletak, membongkar isi ransel. Menemukan beberapa bekal makanan, minuman dalam wadah botol plastik. Juga obat-obatan.

Menjumput salah satunya, menegaknya sekali habis, tidak perduli nanti minum apa lagi. Mendapatkan dua sisa kue donat, melahapnya, menyisakan salah satunya.

Masuk kedalam lagi, dengan membawa sebotol plastik minuman dan kue donat. Tinggal satu-satunya. Tidak ada lain lagi, bisa dimakannya nanti!

Mencoba membangunkan. "Mas, bangun, Mas. Ini ada makanan, dan minuman sedikit."

Suara lengkingan monyet ekor panjang tidak henti-hentinya. Membantu membangunkannya.

"O, ... dimana kita, sekarang?"

Sedikit linglung, belum sadar sepenuhnya.

" Minum dulu. Mas, pasti haus."

Membuka tutupnya, menyodorkan kemulut Raymond perlahan.

"Biar, Mas, saja, menuangkannya sendiri." Terbatuk-batuk.

"Pelan-pelan, Mas, ini kue donatnya masih ada. Jangan banyak bergerak dulu, sepertinya cape sekali tadi malam."

Sumingrah Andin, melihat Raymond sudah sadar kembali.

"Tidak apa, sudah mendingan sekarang."

"Habiskan kue donatnya, Mas, tadi andin menemukan sisa dua, satunya sudah Andin makan tadi."

Andin kemudian mengobati luka ditubuh Raymond, dengan cairan antiseptik

"Aduh! ... perih, pelan-pelan saja." Sambil mengenakan kaos kering, diberikan Andin.

"Mas, ... bagaimana dengan nasib Olivia, Astrid, juga Marcel. Bambang, Arief, serta Juga bang Ipul sama Udin. Apakah mereka masih hidup, seperti kita ini?"

Andin mulai berurai air mata lagi, membayangkan nasib teman-temannya.

"Kita doakan saja mereka selamat, seperti kita."

"Kita sekarang ada di mana, Mas? Apa semakin menjauh dari tempat air terjun itu? Bagaimana caranya kita bisa kembali, pulang?" Sambil terisak menangis lagi.

"Mas,tidak tahu pasti, kita berada di mana sekarang. Pastinya jauh sekali. Mbak Andin, jangan terus-terusan menangis. Mau tidak mau, kita harus berusaha untuk tetap bertahan hidup, sambil menunggu bantuan datang ..."

Belum selesai bicara, tiba-tiba saja dikejutkan suara sebuah helikopter, samar-samar.

"Mas, dengar itu! Sepertinya ada suara helikopter, di atas kita."

Raymond langsung bergegas keluar, melambai-lambaikan kaos di tangannya, Andin pun melakukan hal sama. Berharap keduanya terlihat.

Sambil berteriak-teriak sekerasnya.

"Wooee ...! Wooee ...! Lihat ke mari!" Berkali-kali dilakukan.

Tapi sepertinya .... Helikopter itu berbalik memutar arah, setelah terbang jauh menyisir sungai. Lama- lama, tidak terdengar suaranya lagi.

Bantuan sepertinya akan datang menghampirinya, sia-sia. Helikopter itu sudah tidak terlihat lagi.

Kembali lagi kepondok dengan wajah kecewa.

"Sepertinya helikopter itu sedang mencari kita, Mas, tapi kenapa, berbalik arah?"

"Mungkin lokasi kita ini di luar jangkauan mereka. Kita tidak tahu pasti, seberapa jauh kita terdampar di sini."

"Bagaimana kalau sampai, kita tidak bisa ditemukan, Mas?"

Andin mulai menangis lagi, membayangkan kengerian menjalani hari-hati di hutan belantara ini. Raymond, memeluk menguatkan.

"Kita harus bisa bertahan selama mungkin di sini, sampai mereka menemukan kita. Seandainya itu tidak terjadi .... Mau tidak mau, kita harus keluar sendiri dari tempat ini. Kembali pulang!"

Lihat selengkapnya