Air Terjun Misterius

Eddy Tetuko
Chapter #10

Sosok Raymond

Raymond, usia 30 tahun. Merupakan sosok anak muda menyukai petualangan, suka mencoba hal baru. Di sela kesibukannya bekerja, menyempatkan diri belajar menulis.

Bermimpi suatu saat akan menjadi seorang penulis novel.

Mengawali karirnya bekerja di perusahaan, Alat alat Berat.

Kala itu baru lulus dari Sekolah Teknik Mesin. Sempat magang di perusahaan perkapalan, guna mengikuti persyaratan kelulusan. Diwajibkan magang selama tiga bulan lamanya. Magang di galangan kapal.

Setelah lulus, tidak melanjutkan kuliah, karena kondisi ekonomi keluarganya.

Ayahnya meninggal ketika ia baru menduduki kelas dua, SD.

Dua tahun kemudian Ibunya menyusul.

Raymond sendiri merupakan anak ke tujuh, dari sebelas bersaudara. Memilki dua kakak perempuan, empat kakak laki-laki. Sedang adik-adiknya. Dua perempuan, dua laki-laki.

Kakak perempuan ke dua dari sebelas bersaudara pernah berujar.

"Bapak, sudah lama meninggalkan kita. Tidak banyak meninggalkan warisan. Sekarang, "Mbak, yu mu, iki," (kakakmu ini) harus menghidupi adik-adik. Termasuk kamu. Beruntung kamu masih bisa sekolah sampai tamat STM. Jadi kalau bisa, kamu lekas mencari pekerjaan. Tidak ada biaya untuk kamu melanjutkan kuliah.

"Ya, Mbak, saya paham, kok, doakan saya cepat dapat pekerjaan, ya, Mbak."

"Memang, kamu sudah melamar di mana?"

"Itu, di perusahaan alat berat, tinggal menunggu panggilan saja, seandainya beruntung."

"Yah, .... Mbak doakan semoga cepat dapat panggilan. Syukur-syukur nanti kamu bisa membantu adik-adikmu."

Nasib baik menaungi Raymond, setelah seminggu memasukkan lamaran, mendapat panggilan untuk segera menjalani interview.

"Mbak ...! Aku dapat panggilan, besok disuruh datang ke kantor untuk wawancara."

"Wah, cepet banget, belum-belum sudah dipanggil. Itu berkat doa restu bapakmu. Kamu nyekar dulu ke makam bapak, ibu, sebelum ke kantor besok."

"Inggih, Mbak, saya memang berencana mau nyekar ke tempat bapak, ibu, sekarang juga. Boleh pinjam motornya, Mbak?"

"Ya, pakai saja. Ajak sekalian kakakmu, dia kan, rencana mau mencari pekerjaan juga. Biar direstui semua sama bapak, ibu."

"Suwon, Mbak, wejangannya saya pergi dulu."

"Yo, wis, hati-hati di jalan."

Setibanya di kantor, ternyata bukan dia sendiri yang akan diwawancarai. Ada lebih seratus orang calon pelamar lainnya. Mereka ini merupakan siswa lulusan terbaik dari sekolah kejuruan yang ada di berbagai daerah.

Setelah mengikuti wawancara, dilanjutkan dengan psikotes, terakhir kemudian wajib menjalani tes kesehatan.

Pada akhirnya, dari seratus lebih calon pelamar, hanya dua puluh orang dinyatakan lulus, dan diterima. Raymond salah satunya.

Mengawali pekerjaan sebagai operator alat-alat berat, tadinya berminat menjadi mekanik alat berat, akan tetapi untuk menjadi mekanik, belum dibuka lowongannya.

Tidak apa, sudah diterima sebagai operator alat berat saja sudah bersyukur sekali.

Untuk bisa membawa alat berat seperti, bulldozer, ecxavator, ternyata tidak mudah, harus melalui training selama enam bulan lamanya.

Itu pun belum bisa dikatakan mahir. Harus di uji lagi di berbagai proyek dalam kota. Karena nantinya akan dikirim ke luar daerah, mengerjakan proyek dengan tingkat kesulitan lebih tinggi.

Pertama kali merasakan bekerja ke luar daerah, merantau istilahnya, di pulau Sumatra, mengerjakan proyek transmigrasi di pedalaman, Sungai Tulang Bawang. Kota Menggala. Lampung.

Di proyek inilah, Raymond merasakan pengalaman bekerja di hutan belantara untuk pertama kalinya.

Biasa hidup di kota besar, terasa sekali perbedaanya. Bak, langit dan bumi!

Tidak lagi melihat gedung-gedung tinggi, jalan beraspal mulus. Apa lagi mengunjungi pusat perbelanjaan, mall. Tidak ada sama sekali.

Rumah penduduk di pedalaman hutan ini bisa di hitung jari. Itu pun, saling berjauhan letaknya.

Di hutan belantara pedalaman sungai Tulang Bawang ini, ternyata masih banyak binatang buas berkeliaran, seperti harimau, beruang madu, sampai kerbau liar, banyak ditemukan.

Tidak jarang, pada saat kita berjalan kaki, mendapatkan jejak, telapak kaki harimau.

Jejak tapak kaki harimau itu sebesar telapak tangan kita. Menancap dalam di permukaan jalan tanah basah.

Tidak bisa dibayangkan, seandainya berpapasan langsung dengan harimau itu di jalanan.

Lihat selengkapnya