Air Terjun Misterius

Eddy Tetuko
Chapter #12

Andin Jatuh Sakit

Masih di tepian sungai hutan balantara, Raymond berencana akan membawa Andin pulang, tidak bisa lagi menunggu berlama-lama dihutan ini. Harapan akan datangnya pertolongan, tidak juga terwujud.

Berapa kali mendengar suara helikopter hanya lewat begitu saja, mencoba membuat asap dari api unggun, tidak juga berhasil menarik perhatiannya. 

Sebegitu jauhkah dirinya terdampar bersama Andin, sampai tidak ada seorang pun, bisa menemukannya?

Sebagai seorang safety, pernah mendapat pendidikan Search and Rescue, (Pencarian dan Penyelamatan)

Tahu batasan dan aturannya. Setelah melewati tujuh hari pencarian akan dihentikan! Tdak bisa berharap banyak dengan sisa waktu tinggal tiga hari lagi.

Tidak ingin membusuk didalam hutan ini, harus bisa keluar dengan cara apa pun, meskipun mustahil bisa dilakukan.

Membawa Andin di saat kondisi seperti ini, jatuh sakit. Tidak akan mungkin. Sangat menghawatirkan, wajahnya pucat pasi, mengginggil seluruh badannya. Tidak juga mau makan. 

Harus menunggu Andin sembuh, untuk mengembalikan staminanya, agar mampu mengarungi sungai kembali.

"Mas, Andin mau pulang, bawa Andin pulang kerumah. Andin rindu sama, mama, papa," Terdengar suara lirih Andin.

"Tapi Mbak, harus sembuh dulu, tidak mungkin membawa pulang dengan kondisi seperti ini. Habiskan ikan ini." Sambil menjumput daging ikan, diberikan kepada Andin.

Tidak bernapsu sama sekali, berapa kali dilepeh kembali.

"Bilangnya mau diantar pulang, kalau Mbak, tidak mau makan, bagaimana bisa sampai kerumah, nanti?"

Baru saja Raymond memanggang ikan nila, hasil tangkapan pagi ini. Seharusnya ikan ini enak rasanya bila diberi bumbu. Jangankan memberikan bumbu yang lezat, secuil garam pun tidak ada.

Apa mau dikata, hanya ikan ini satu-satunya sumber makanan bisa didapat di lembah sungai ini. Sudah mencoba merambah hutan sekeliling pondok, tidak menemukan sesuatu bisa dimakan.

Hanya mendapatkan kerimbunan semak belukar, pohon-pohon, besar menjulang tinggi. Dipenuhi monyet-monyet berekor panjang, bergelantungan ke sana, ke mari.

Sebenarnya monyet itu bisa dijadikan alternatif, daging monyet itu bisa dimakan.

Tapi pengalaman di hutan Tulang Bawang, ada teman memotong monyet, rasanya miris. Karena struktur tulang monyet, hampir mirip dengan tulang kerangka manusia, mulai dari kepala sampai kaki, ketika dikuliti. Tidak tahan melihatnya.

Monyet pun bisa menangis, bila merasakan sakit luar biasa.

Pernah mencoba memakannya, dagingnya terasa alot, keras sekali. Tidak ada selera sama sekali untuk menyantap daging monyet. Seandainya diberikan kepada Andin, pasti dibuangnya jauh-jauh.

Sebenarnya dihutan ini juga ada rusa, babi, berkeliaran. Suaranya sering terdengar, apa lagi menjelang malam tiba. Bisa saja Raymond memburu rusa, untuk dijadikan santapan, tapi binatang itu terlalu besar, kerepotan untuk memanggangnya. Lagian dipanggang tanpa bumbu, seperti apa, rasanya?

Bingung memikirkan, apa lagi yang bisa diberikan kepada Andin, selain ikan nila ini. Sudah mulai terlihat selama empat hari di hutan ini, badan Andin menyusut, seperti sedang menjalani puasa layaknya.

Membiarkan Andin terbaring dipondok, menyelimuti dengan pakaian seadanya. Andin hanya mengenakan satu stel pakaian, kemeja blus dan celana jean. Tidak ada yang lainnya lagi.

Beruntung Raymond membawa satu stel celana, kaos training, serta satu celana pendek. Selebihnya satu kemeja, celana jeans, dikenakan saat berangkat.

Dengan bekal pakaian seadanya, harus pandai-pandai mengaturnya. Dicuci, dan dijemur tanpa menggunakan sabun, atau pewangi. Digunakan bergantian.

Untuk mandi dan keperluan lainnya, Raymond membuatkan pondok kecil seadanya dipinggir sungai. Hanya ditutup dengan ranting, dedaunan saja.

Tidak ada gayung, tidak juga ada sabun untuk mandi, jadi harus membersihkan diri dengan cara berendam di sungai sebatas pinggang. Airnya berwarna kecoklat-coklatan. Tidak bisa diminum, kecuali kalau terpaksa.

Apa boleh buat, memang seperti itu kondisinya. Siapa pun, tidak akan betah menjalani kehidupan seperti ini. Apa lagi Andin, terbiasa hidup di kota serba berkecukupan.

Menjalani hari-hari seperti ini, bagaikan mimpi buruk, baru pertama kali dirasakan. 

Tidak banyak dilakukan pada siang hari. Panas terik di luar, mengharuskan beristirahat dalam pondok, meskipun terasa gerah, sampai basah kuyup pakaian dikenakan. Betul-betul menyiksa.

Mencoba mengipasi Andin dengan ranting dedaunan, memberikan minum dari tetesan akar pohon, dikumpulkan dalam botol plastik. Hanya setengahnya saja terisi. Berbagi bersama.

Sudah mau menyantap ikan diberikan. Ikan nila sebesar telapak tangan, hanya separo saja dimakan. Dapat membuat tertidur lelap.

Malam ke lima akan segera tiba, kali ini Raymond memperkuat pertahanan di luar pondok, agar tidak bisa ditembus oleh binatang buas. Mengingat kondisi Andin sangat menghawatirkan.

Dahan-dahan besar ditancapkan disekeliling pondok. Berencana membuat bunyi-bunyian, untuk dapat mengusir mahluk apa pun, akan menganggunya malam nanti.

Tidak menemukan kaleng-kaleng bekas, hanya botol plastik yang ada, mengisinya dengan kerikil, diikat di luar dengan seutas tali. Akan digoyang-goyangkan nantinya.

Tidak terlalu nyaring bunyinya ketika dicoba, tapi lumayan bisa mengagetkan, membuatnya lari menjauhi pondok. Semoga saja seperti itu.

Suasana dalam pondok nyaris gelap gulita, samar-samar masih bisa melihat Andin terbaring lemas.

Meronda sepanjang malam, merupakan kegiatan rutin dilakukan Raymond, untuk dapat menjaga keselamatan Andin.

Segala sesuatu bisa terjadi di malam hari, dalam hutan belukar ini. Kebanyakan penghuni hutan ini akan melakukan aktifitasnya pada malam hari. Berburu mencari makanan!

Menyadari dirinya, dan Andin merupakan santapan empuk bagi mereka!

Mengusap dahi Andin, masih terasa panas tubuh Andin. Obat demam dibawa tinggal satu-satunya. Besok pagi harus mencari dedaunan untuk dapat digunakan sebagai obat.

Suara-suara aneh mulai terdengar lagi, beruntung sudah terbiasa mendengarnya.

Tiba-tiba Andin tersentak merasakan sesuatu merayap di tubuhnya. Raymond menyalakan mancis, terlihat seekor kalajengking besar merayap mulai dari bawah kakinya.

"Jangan bergerak." Raymond berbisik kepada Andin. Terasa tegang wajah Andin.

Dengan hati-hati Raymond membungkus tangannya dengan kaos, mencoba menangkapnya. Sementara kalajengking itu sudah sampai di perut. Andin tidak berani menatap!

Sekali gerakan tangan, berhasil menangkap kalajengking besar itu. Menghempaskannya ke tanah, kemudian ditebas dengan parang. Membuangnya di luar pondok.

Raymond terpaksa membunuh kalajengking itu, karena tidak bisa dianggap remeh. Bisa gigitan kalajengking, bisa mematikan.

"Sudah aman, Mbak, bisa tidur lagi."

"Terimakasih, Mas." Meneruskan tidurnya kembali.

Lihat selengkapnya