Raymond dan Andin meneruskan perjalanan, air yang dibawa tersisa kurang dari setengah botol, menyadari tidak akan cukup.
Raymond mencoba menepi, mencari sumber air bersih, sebelum melanjutkan perjalanan. Mendapatkan dari sebuah cerukan pohon tumbang. Tidak seberapa, tapi hampir penuh satu botol.
Melanjutkan perjalanan lagi, masih jauh sampai di sungai utama sepertinya. Timbul keraguan, sudah benarkah ini jalan yang dituju? Jangan-jangan arah sebaliknya. Apakah harus kembali lagi ke pondok?
"Mas, yakin ini jalan yang kita tuju, menuju sungai utama?"
"Kalau melihat arah datang suara helikopter tempo hari, sepertinya tidak salah."
"Tapi kenapa tidak sampai-sampai, Mas?"
Belum lagi sampai ke jalur sungai utama sudah bermasalah, sudah hampir setengah jam perjalanan ditempuh belum sampai juga.
"Ya, ampun! sebegitu jauhnya mereka terdampar masuk ke dalam sungai kecil dari sungai utama."
Raymond memastikan jalan yang ditempuh ini memang akan menuju jalur utama sungai, tidak mungkin salah. Seandainya salah, terpaksa balik badan lagi.
"Mbak, masih kuat, kan? Kita coba terobos gundukan puing-puing di depan itu, siapa tahu dibalik puing itu sudah terlihat sungai utama."
"Tinggi sekali gundukannya itu Mas, bagaimana kita bisa melewatinya?"
Saat ini keduanya terhalang gundukan puing-puing setinggi hampir dua meter. Bermacam jenis pepohonan, ranting, kayu, bertumpuk menjadi satu. Ibarat bendungan ditengah sungai kecil.
Dibawah puing itu mengalir air cukup deras, seandainya jebol, akan mengubur keduanya.
Andin dan Raymond mencoba memanjat gundukan yang tidak beraturan itu, selain licin, banyak tonjolan tajam, runcing! Bisa mengoyak kulit keduanya.
"Pegang kuat-kuat tangan saya, injak dahan itu .... Jangan sampai terlepas!"
"Auww! Kaki Andin tertusuk, Mas!"
"Lompat sekali lagi, kita sudah sampai puncak gundukan!"
Andin berusaha menggapai gundukan terakhir, Raymond mencengkeram kedua tangan Andin menariknya kuat-kuat!
Tangan terpegang licin, bagaikan belut.
Terlepas ...! Andin terjatuh ke bawah. Raymond panik buru-buru melompat, menggapai Andin, Tonjolan tajam sempat merobek betis Raymond.
Keduanya terkapar ditepian sungai. Tidak berhasil melewati tanggul itu. Merasakan sakit luar biasa pada betisnya. Raymond merobek kemeja dikenakan, membalut betis menahan pendarahan.
Andin hanya mengalami goresan kecil saja pada kakinya.
"Mas, nggak, apa apa? Banyak sekali darah keluar, Mas."
Kain basah tidak mampu menahan pendarahan, mengucur deras disela-sela kain mengalir ke bawah sungai. Andin khawatir bila terjadi pendarahan semakin banyak.
"Apa tidak sebaiknya, kita kembali ke pondok saja, Mas. Sepertinya luka ini parah sekali."
"Tidak apa, Mas, masih kuat," sambil mengencangkan balutan kain.
Kembali pulang ke pondok lagi? Mungkin lebih baik, dari pada memaksa perjalanan penuh rintangan, dan bahaya ini.
Menempuh perjalanan berat dengan membawa seorang wanita, akan menjadi beban berlipat bagi Raymond.
Belum apa apa saja sudah mengalami seperti ini, belum juga sampai jalur utama. Nanti bakalan lebih sulit lagi.
Terlintas pikiran meninggalkan Andin sendirian di Pondok. Raymond pergi sendiri menuju base camp.
Pastinya akan lebih cepat sampai dari pada pergi bersama, akan banyak resiko dihadapi. Setibanya di sana nanti, Raymond bisa meminta bantuan pasukan komando untuk menjemput Andin.
Sepertinya masuk akal!
Tapi ... mungkinkah Raymond setega itu. Meninggalkan Andin sendirian dalam pondok, harus melakukan sendiri untuk dapat bertahan. Sampai datang seseorang menjemputnya. Sampai kapan(?)
Siapa yang berani memastikan? Belum tentu juga Raymond sampai base camp, meskipun sendirian saja. Bagaimana seandainya mengalami masalah, sampai tidak bisa melanjutkan perjalanan lagi. Bisa runyam nasib Andin, terlantar sendirian.
Dalam kondisi terluka parah seperti ini, semakin sulit menjaga Andin. Apa bila memaksakan melanjutkan perjalanan.
Apa yang harus dilakukan?
****
Sementara di base camp, kesibukan anggota team penyelamat akan kembali ke markas semakin nyata terlihat. Semua sudah berkemas. Perlengkapan dan barang-barang lainnya sudah dinaikkan ke atas truk.