Hal pertama yang dilihat cewek itu ketika membuka mata adalah langit-langit kamar bewarna putih dan kipas angin yang menyala seperti biasanya. Kipas angin dengan suara yang tidak lagi merdu ketika dinyalakan. Terdengar bunyi tek tek tek tek yang mengiringi setiap kali benda itu berputar hingga terkadang membuat Caca berpikir untuk menenggelamkan kipas itu di sumur milik si Amat, teman sekolahnya yang tinggal di sebelah rumah.
Aroma cologne bayi yang familiar tercium di ruangan berbentuk persegi dengan tata perabotan yang tidak asing itu. Aroma kesukaan Caca. Tanpa melihat pun, Caca bisa menghitung jumlah botol kosong cologne yang tertata rapi di rak dindingnya hingga menjelma menjadi hiasan dinding. Sementara itu, di luar sana terdengar suara TV yang berisi acara lawak yang sering ditonton Tante Laksmi, ibunya yang sudah lama menjanda.
Caca menghela napas panjang, menandakan bahwa seluruh nyawanya sudah terkumpul kembali. Dilepaskannya handuk kecil dari dahinya yang berfungsi sebagai kompres. Kepalanya sudah tidak pusing lagi. Badannya juga tidak panas lagi. Agak hangat namun sejauh ini ia baik-baik saja. Caca memijit kepalanya sebentar.
Ingatannya kembali ke sekolah, ke saat bagaimana Aga tiba-tiba saja muncul secara ajaib dan menangkapnya sebelum kepalanya menghantam lantai. Bagaimana cowok itu bisa ada di saat yang tepat?
Cewek itu kemudian menggeleng. Tidak mungkin. Tidak mungkin, kalau cowok itu mengikutinya. Ia pasti kebetulan aja ketiduran -lagi- di kelas dan kebetulan bangun di jam yang sama. Ya. Pasti cuman kebetulan. Jangan mikirin yang aneh-aneh, Ca.
"Ga... ayo ke sini dulu. Tante udah selesai masak!" teriak Tante Laksmi dari luar pintu kamar, membuat Caca menghela napas dengan tidak bersemangat. Nyawanya memang sudah kembali. Tapi tubuhnya masih lemas. Bagaimana mamanya bisa tega berteriak membangunkan orang sakit seperti ini?
"Iya, Ma. Ben-"
Tunggu, tunggu. Siapa yang dipanggil mamanya tadi?
‘Ga’? Seharusnya ‘Ca’ kan? Sejak kapan namanya berubah?
"Kak Aga... cepetan. Dipanggil sama mama dari tadi! Ntar mama ngomel!" Aldo berteriak, memotong pikiran Caca.
Hah?
Dia salah dengar, kan?
Tanpa pikir panjang Caca langsung bangkit dari kasurnya dan menyentak pintu. Begitu pintu kamar terbuka, matanya melebar penuh. Suaranya entah hilang ke mana dan napasnya tertahan mendapati Aldo sedang menarik-narik tangan seorang cowok yang jelas jauh lebih besar darinya ke ruang makan. Melewati kamar kakaknya begitu saja. Cowok yang amat sangat familiar bagi Caca. Wajah malaikat dengan cacat akibat perkelahian malam itu sekarang muncul di rumahnya. Di dalam rumahnya! Masih mengenakan celana sekolah namun dengan T-shirt hitam yang melekat sempurna di tubuhnya pula!
"Ma! Kak Caca udah bangun!" teriak Aldo lantang mendapati kakaknya mengambang di pintu kamar seperti orang bodoh selagi bocah kecil itu menyeret Aga ke meja makan.
Aga berusaha menahan tawa melihat ekspresi Caca. Begitu Caca melotot padanya, ia segera memasang kembali tampang tak berdosanya melewati gadis itu. Tidak sulit bagi Aga untuk mengartikan kekagetan di kedua bola mata cokelat hangat Caca.
Tak selang lama Aldo berteriak, suara mamanya langsung, menyahut, "Caca ayo makan! Ntar pingsan lagi!"
***
"Kok lo bisa ada di sini?"
Aga ingin menjawab namun Tante Laksmi sudah mengambil alih tugas Aga lebih dulu. Wanita berdaster itu terlalu bersemangat mendapati seorang cowok tampan di meja makan mereka yang telah lama hanya diisi tiga orang saja.