Keesokan harinya, kedua alis Caca berkerut hingga hampir menyatu ketika Aga muncul di ruang osis dan meletakkan minuman susu cokelat kemasan di atas mejanya sambil berkata, "Habisin. Biar sehat."
Kedua manik kelabu cowok itu tersenyum ketika Caca menatapnya dengan mulut ternganga. Cowok itu pergi begitu saja setelah mengacak-acak puncak kepala Caca tanpa penjelasan. Caca menatap susu cokelat pemberian Aga. Membolak-balikkannya ke segala arah seperti mencari sesuatu yang mencurigakan di sana.
"Nggak mungkin dikasi racun, kan?" tanyanya dalam hati, meletakkan kembali susu itu.
"Aga!"
Mendengar namanya dipanggil, Aga menoleh ke belakang. Mendapati seorang cewek sedang berlari menyusuri koridor menghampirinya. Kirana Adelia, The most wanted girl SMA Airlangga dengan wajah indo-prancisnya, hidung lancip dan rambut panjang ikal bergelombang yang ikut bergerak tertiup angin ketika ia berlari menghampiri Aga.
Siapapun yang melihat cewek itu, tentu akan langsung terpikat dengan paras dan tubuhnya yang bak seorang model. Benar saja, Kirana bahkan sudah memulai debutnya sebagai model salah satu majalah fashion remaja bulan lalu.
"Lo mau ke kantin, kan? Bareng yuk?" tanyanya semangat menggaet lengan Aga.
Senyum merekah di bibir pink alami cewek itu. Dan tepat ketika Kirana bertanya, Caca keluar dari ruang osis. Ia harus ke perpustakaan untuk mencari beberapa buku referensi fisika untuk juniornya yang mengikuti olimpiade sains. Matanya bertemu dengan Kirana sesaat.
Cewek blasteran itu menatap Caca tajam hingga Caca memutar kedua bola matanya tanpa mempedulikan Prince and the Princess of Airlangga itu. Demi Tuhan, seluruh penjuru sekolah juga udah tahu, betapa gigihnya Kirana untuk selalu mencoba berada di dekat Aga. Hanya orang buta yang tidak bisa melihat perasaan Kirana yang terpampang jelas di jidat mulusnya. Dengan selalu adanya Kirana di sekitar Aga, membuat cewek-cewek lain merasa minder untuk bersaing.
Sebodo amat, pikir Caca dan melangkah pergi.
"Eittt, Ca! Mau ke mana?" tahan Dimas, menghalangi jalan cewek itu dengan merentangkan satu kakinya ke tembok ketika Caca ingin menuruni tangga.
"Minggir, Monyet. Gue mau lewat!"
"Nggak bisa. Kalo mau lewat, lo harus panggil gue kakak dulu."
"Kakak kepala otak lo! Kita seangkatan bego!"
"Upss! Gue lupa. Soalnya keriput lo akhir-akhir agak ngilang. Jadi lo keliatan lebih muda satu tahun!" tawa Dimas. "Kalo gitu panggil gue kangmas.”
Lagi, Caca mendengus kesal. Diinjaknya kaki Dimas hingga cowok itu berteriak kesakitan.
“Ca!!!”
"Lo makan tuh kangmas!" geram Caca dan langsung menuruni anak tangga, mengabaikan Dimas.
Aga terkekeh pelan melihat tingkah Caca sampai kemudian matanya bertemu dengan kedua mata hitam pekat milik Dimas yang tersenyum usil. Dulu ia biasa-biasa saja melihat Dimas menggoda Caca. Tapi sekarang ...
Entahlah. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Aneh. Ada sesuatu yang bergemuruh di dadanya.
“Ga,” panggil Kirana.
Aga mengerjap; tersadar.
"Maaf," ucap cowok itu melepaskan tangan Kirana yang menggaet lengannya. Ia tersenyum sebagai bentuk permintaan maafnya secara halus sebelum meninggalkan cewek itu di belakang.
Hanya satu kata yang terdengar lembut dan sopan. Namun cukup untuk kembali mengikis hati Kirana ketika melihat punggung laki-laki itu semakin menjauh.
***
Tidak hanya sering muncul di ruang osis, Aga juga sering muncul di lapangan sekolah dan melakukan hal yang membuat anak-anak Airlangga ternganga takjub. Terkadang ia hanya sekedar menonton jam olahraga kelas Caca. Terkadang juga ia hanya akan sekedar melintas di depan kelas cewek itu, hanya untuk mengedip.