“Serius?!"
"Aga bilang suka ke elo?!”
Caca mengangguk ragu. Mata Ayu terlihat benar-benar terkejut setelah mendengar ceritanya.
“Terus, terus, lo jawab apa?!”
Caca bingung kali ini. Ia sendiri masih tidak yakin sebenarnya. Apalagi dengan sikap Aga kemarin.
“Ya... nggak gue jawab.”
“Lo gila?! Orang nembak kok kagak lo jawab? Hellowwww, Agisha! Plis deh, ini Aga loh! Aga! Seorang Airlangga Putra Senja nggak lo jawab juga?!”
“Mau jawab kek gimana, Yun? Dia sendiri bilang kalo dia nggak nembak gue. Dia yang nyuruh gue nggak usah jawab. Nah, gue musti jawab apa coba, kalo cowok itu sendiri yang nggak ngebolehin gue jawab?!”
“Kok lo jadi marah ama gue sih?”
“Gue nggak marah. Gue lagi PMS. Hari pertama! Sensitif banget hati gue hari ini. Makanya jangan bahas soal Aga lagi deh!”
“Oke, oke. Fine. Gak akan gue bahas lagi!”
Ayu memutar kembali bangkunya ke depan. Memunggungi Caca.
Sesama cewek pasti mengerti bagaimana rasanya ketika emosi turun-naik tidak jelas ketika tamu bulanannya datang. Melakukan apapun semua jadi serba salah.
Duduk salah. Berdiri juga salah. Gerak sana sini salah. Diam malah makin salah.
Bahkan letak tompelnya Amat anak kelas XII IPS 3 pun bisa salah di mata cewek PMS!
“Tapi Yu, gue bingung. Gue harus gimana ya kalo dia ngomong kek gitu, padahal tujuannya bukan nembak?”
“LO BILANG GAK MAU BAHAS SOAL AGA LAGI?!!”
“Penasaran aja, gitu ... hehe ....” Caca sambil menggaruk bagian belakang lehernya yang sama sekali tidak gatal.
“Ya udah, deh. Nggak usah. Ntar aja.”
“Bener-bener ya nih, cewek. Nggak jelas banget!”
BUUKKKK!!
Ayu langsung meringis ketika kepalanya dipukul –dengan tiga buku catatan biologi yang distaples jadi satu –oleh Metta yang tiba-tiba muncul.
Cewek itu langsung duduk di samping Caca. Menjatuhkan buku catatan biologi dari kelas sepuluh sampai kelas tiga itu tepat di hadapan Ayu seperti yang diminta.
“Yang nggak jelas tuh tulisan elo! Kayak cakar ayam. Nyesel gue pinjem.”
“Salah lo sendiri yang nggak pernah nyatet. Game mulu yang ada di otak lo. Cari cowok sana biar nggak hp doang yang lo mainin!”
“Sorry, mblo. Gue solo player, nggak kayak lo, Jones,” balas Metta tak mau kalah.
“Solo player pantat lo!”
“Sesama jomblo tolong jangan saling menghina ya,”
“Diem lo dedengkutnya jomb—” ucapan Ayu langsung tertahan. “—lo... Ehh, Pak! Pa-pagi, Pak!”
Ayu mendapati bahwa orang yang menyahut tadi ternyata adalah Pak Nata, guru kimianya. Pria itu mengarahkan matapada Ayu yang duduk di barisan paling depan, tepat di depan mejanya.
“Maaf, ya. Kalau sampai sekarang saya masih jomblo,” ucapnya sambil menyunggingkan senyum.
“Itu... Pak ... Eh, saya ngatain Caca kok, Pak. Sumpah. Saya kira Bapak tadi Caca!”
Suara dari sisi lain langsung saling sahut menyahut. Menyangkal segala apapun yang coba dijelaskan Ayu.
“Bohong, Pak. Nggak mungkin dia nggak bisa bedain suara cewek ama suara Bapak,” sambung Metta.