Tidak hanya di sekolah, namun kedua bola mata cokelat milik Caca dibuat membulat sempurna dengan mulut terbuka lebar ketika mendapati Aga berdiri di depan pintu rumah keesokkan harinya dengan senyuman bak malaikat sambil berkata, “Hai ...”
“Ngapain lo ke sini?!” protesnya jelas.
“Siapa, Ca?”
Belum sempat Caca menjawab, Tante Laksmi sudah lebih dulu melangkah keluar dari dapur dan melihat siapa yang datang.
Otomatis cowok itu segera mencium tangan Tante Laksmi yang menghampiri.
“Apa kabar, Tante?”
“Baik,” balas wanita itu.
“Kamu sendiri gimana? Tangannya udah nggak apa-apa? Caca cerita soal kamu nolongin dia kemarin. Tante jadi nggak enak. Tapi makasih banyak ya, Ga. Tante nggak tahu harus bilang apa sama kamu.”
“Nggak apa-apa,Tante. Santai aja,” jawab Aga tulus.
“Baguslah kalo begitu. Tante khawatir banget lo,” ucap Tante Laksmi.
Wanita itu melirik Caca yang bersandar di depan pintu sebelum kemudian kembali menatap kedua mata kelabu Aga dan tersenyum.
“Pasti mau ngajakin Caca jalan ya?” tebak wanita itu tanpa pikir panjang.
Aga hanya tersenyum sementara Caca sukses dibuat terperangah takjub melihat bagaimana akrabnya Aga dengan wanita itu. Apalagi melihat bagaimana mamanya meraih lengan Aga dan menariknya masuk ke dalam. Menyuruhnya duduk di ruang tamu dan menawarkan makan siang. Bukan menawarkan. Lebih tepatnya memaksa. Begitu mamanya pergi, gadis itu langsung melirik Aga. Rasanya seperti melihat bintang film duduk di atas kursi rotan rumahnya. Aneh sekali.
"Ngapain lo ke sini?” tanya gadis itu.
“Pengen aja,” Aga mengedikkan bahunya tidak peduli apapun pendapat Caca.
Ia tersenyum dan bersandar di kursi dengan santai.
“Mandi gih sana. Siap-siap habis itu kita pergi.”
“Hah?! Apaan? Pergi ke mana maksud lo?”
“Ke mana menurut lo kira-kira tempat yang bagus buat pacaran?
“What?”
***
Rambutnya terurai bebas di udara. Bergerak lembut ketika jemari gadis itu menyisir bagian demi bagian dengan sisir. Aroma sampo kesukaannya tercium setiap kali rambutnya menyentuh wajah. Dari cermin sana, bayangan dirinya yang mengenakan kaos oblong putih dan celana jeans panjang terpantul. Ia mengalihkan mata dari cermin sesaat kemudian.
Alunan melodi tanpa bait terdengar di telinga hingga membuat gadis itu berbalik. Mendengarkan seksama petikan nada-nada gitar itu. Bagian kecil di sudut hatinya bergetar. Tersirat air mata dari setiap petikan nada yang dimainkan. Seakan siapapun yang menciptakan melodi itu, pasti sedang menangis.
Caca meletakkan sisir di tangannya ke atas meja dan melangkah dengan pelan keluar dari kamar, menghampiri arah suara itu. Matanya terpaku sesaat. Di sana, di kamar kakaknya Aga sedang memainkan gitar sambil duduk di tepi ranjang. Wajahnya tertunduk sementara jemarinya bergerak memainkan sebuah melodi yang membuat hati gadis itu terasa sesak.
Mata laki-laki itu menatap kosong senar gitarnya. Tidak ada perasaan apapun yang terlukis di sana hingga seakan-akan memperlihatkan bahwa ia tak memiliki kebahagiaan apapun dalam hidupnya.