Airlangga Romance in Highschool

Tari Oktavian
Chapter #30

Chapter#29 Threat

“Hati gue udah penuh dengan retakkan, Ca."

" Satu sentuhan kecil saja dan semuanya akan hancur berkeping-keping. Karena itu, jika emang lo nggak bisa gue gapai, gue akan nyerah saat ini juga dan menghilang. Sebelum gue ngancurin hati gue sendiri karena terlalu mengharapkan lo untuk jadi milik gue.”

***

Caca menangkap jemari Aga.

Ia menangkap jari Aga tepat ketika pemilik mata kelam itu melepaskan tangannya.Dan di saat yang sama ketika ia menangkap tangan Aga, ia menarik tubuh laki-laki itu dalam satu sentakkan dan mencium Aga.

Aga membeku. Ia tidak bisa berpikir. Aliran darahnya berhenti dan mengirimnya ke dimensi lain. Seakan waktu berhenti berjalan. Seakan rotasi bumi tempatnya berpijak berhenSesaat kemudian, Caca melepaskan cowok itu dan membuka matanya.

Caca bersumpah, ciuman itu sama sekali benar-benar tidak direncanakan oleh otaknya. Ia sendiri bahkan tidak percaya bahwa memang dirinyalah yang mencium Aga lebih dulu.

Tapi satu hal yang ia tahu, ia benci ketika melihat kepedihan itu di mata Aga. Ia benci ketika kesedihan itu keluar dari tiap kalimat yang diucapkan oleh cowok itu. Ia benci ketika Aga mengutuk dirinya sendiri.

 “Lo bilang, harapan lo nggak pernah terwujud," ucap Caca. "Karena itu ...”

Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya ia mengalah pada egonya, dan jujur pada hatinya. Ada luka yang ingin ditepisnya dari kedua mata Aga saat ini.Laki-laki itu tidak pernah sekalipun membohonginya. Tidak pernah sekalipun menyakiti hatinya.

Tapi hanya melihat mata kelabu itu saja, hati Caca merasa begitu pedih. Ada sesuatu yang tidak asing di kedua bola mata itu. Dan itu membuat hatinya ikut terluka ketika tangan Aga melepasnya. Ketika Aga memilih untuk melepaskan segalanya.

Ia berdehem pelam, menarik napas dalam-dalam lalu menatap sepasang mata yang menyimpan sejuta rahasia itu.“ ... karena itu, lo harus bahagia ketika lo berhasil buat gue untuk ngeraih tangan lo kayak yang gue lakuin sekarang," ucapnya mengaku kalah.

"Gue sedang ngebuktiin ke elo, kalo ucapan lo salah.”

Aga tidak membalas genggaman Caca. Ia hanya menatap tangannya yang dipegang Caca dan memandangi wajah gadis itu.Sorot matanya tidak terbaca. Bingung, takjub, tak percaya, hampa, senang, sedih dan bingung lagi. Semuanya bercampur aduk jadi satu. Hingga tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui apa yang sebenarnya ia pikirkan. Seakan ada ketakutan di sepasang mata kelabu itu. Ketakutan yang bersembunyi di dalam.

Ia menatap Caca. Berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa rasa kehangatan yang tertinggal di bibirnya itu bukanlah ilusi. Bukanlah imajinasinya semata. Tangan yang sedang menggenggam tangannya sekarang juga bukan hanya sekedar khayalan yang akan menghilang ketika a mengedipkan mata.

“Kalo menurut lo semua ini nggak nyata, kita liat aja berapa lama ilusi ini akan bertahan,” ucap Caca pada mata kelabu itu selagi Aga berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Di sisi lain, Dimas terlihat berlari-lari kecil menaiki bukit menghentikan langkahnya ketika melihat Aga dan Caca di sana. Kakinya bimbang sesaat lalu berbalik badan, mengerjapkan matanga tak percaya.

Jantungnya berdenyut nyeri seakan ada paku yang baru saja ditancapkan di sana. Ia menunduk, menatapi permukaan tanah yang sedang ia pijaki dengan mata merah yang berkaca-kaca ketika ia mencoba untuk menarik napas. Tapi kenapa rasanya sakit sekali?

Lihat selengkapnya