Bunyi burung hantu yang terdengar nyaring di salah satu pohon sepanjang jalan membuat Fani semakin mengidik ketakutan. Wajahnya terlihat pucat dan tegang. Kedua bola matanya tidak berani memandang area pemakaman yang gelap gulita yang tengah kami lewati. Aku harus berjuang keras menahan tawa melihat reaksi wajahnya itu. Benar –benar mengelikan melihatnya ketakutan seperti itu.
“Fan, rasanya tadi aku melihat sesuatu di bawah pohon,” dustaku karena ingin mengodanya.
Fani pura-pura tidak mendengar dan semakin mempercepat langkahnya.
“Putih-putih, tapi hilang didekat nisan..” tambahku.
“Tidak lucu, Airy!” serunya tanpa berani menoleh. Tatapannya masih terarah kedepan. “kenapa juga rumah Anti harus lewat kuburan ? Menyebalkan!”
“Ya mau gimana lagi. Kalau mau kerumah Anti kan memang harus lewat sini. Tidak ada alternatif lain.”
Fani mengapit lenganku seketika mendengar bunyi gemerisik dari sekitar pepohonan yang rimbun. Lengannya terasa dingin dan cengkraman tangannya begitu kuat namun aku hanya berusaha menahan sedikit sakit di lenganku itu.
Melihat pemakaman gelap yang kami lewati itu, aku jadi memikirkan sesuatu. Sesuatu itu rasanya begitu sunyi dan hampa. Tiada akhir. Tiba –tiba aku merasa takut dengan semua itu.
“Airy...,” bisik Fani.
“Hah..” aku memandang wajah Fani yang terlihat tegang bercampur heran.
“Kamu kenapa? Tadi aku merasa aku sendiri yang ketakutan, tapi tiba – tiba lenganmu ikut dingin.” Kepala Fani semakin merapat ke dekat kepalaku. “ kau tidak melihat hantu sungguhan kan?” katanya dengan nada takut.
Aku tersenyum lebar. “Mungkin,” jawabku.
Bola mata Fani yang tidak terlalu lebar langsung melotot kearahku sesaat lalu bergerak ke kiri dan kanan dengan gelisah.
Aku sendiri tidak mengerti mengapa aku tidak ingin menceritakan yang ada dalam pikiranku pada teman – teman akrabku. Pada Fani yang lembut dan kukenal paling lama pun aku belum bisa. Mungkin aku takut mereka akan menertawakanku atau menganggapku terlalu berlebihan. Hanya saja, aku merasa itu adalah sebuah kenyataan yang belum dapat aku bagi kepada siapa pun juga saat ini. Mungkin suatu hari nanti, aku bisa membaginya.
Kembali ke topik kenapa aku dan Fani harus melewati pemakaman menuju rumah Anti.
Raut wajah Fani sudah mulai berubah lega ketika kami berjalan memasuki area perumahan yang sepanjang jalan tidak segelap tadi. Rumah – rumah berbagai tipe diterangi cahaya lampu.
Rumah Anti tidak terlalu jauh dengan rumahku. Sebenarnya lebih cepat jika naik motor kerumahnya. Tapi malam ini Anti mengadakan pesta pertunangan di rumahnya. Rumah Anti bedempetan dengan rumah tetangganya. Halaman didepan rumah juga hampir tidak ada. Menuju rumahnya pun harus melewati gang yang tidak terlalu lebar. Banyak tamu yang akan datang malam ini dan kendaraan pastinya akan memenuhi gang rumahnya. Jadi aku pikir, lebih baik aku dan Fani berjalan kaki saja menuju rumahnya meskipun awalnya Fani agak keberatan karena ketakutannya pada hal – hal mistis.
Rumah Anti belum di penuhi tamu karena kami memang datang lebih awal. Ketika sampai dimuka rumahnya, Anti sudah menyambut didepan pintu sambil tersenyum cantik. Dia hanya berdandan sederhana dibalut busana kebaya kuning. Sebenarnya Anti tidak suka berdandan dalam kesehariannya. Jadi tidak heran jika dalam moment ini dia tidak terlalu berdandan yang membuat orang pangling. Atau mungkin sebenarnya ini bukan moment yang begitu istimewa baginya. Bukannya bermaksud berprasangka buruk. Namun kadang, aku tidak mengerti jalan pikirannya.
Bunda Anti yang usianya sudah lanjut menyalami kami berdua sambil tersenyum ramah lalu beliau permisi kembali kedapur karena ingin membantu orang – orang yang gotong royong membuat makanan di dapur.
Ruang tamu dan keluarga yang sudah di tata rapi untuk pesta pertunangan ini serasi dengan keadaan rumah yang tidak terlalu luas. Di dekat jendela sudah di sediakan meja dan minuman dingin yang telah di tata rapi. Tidak ada hiasan yang special. Hanya cahaya putih dari lampu yang terang benderang.
Aku dan Fani tidak diijinkan Anti untuk membantu menyiapkan acara pertunangan ini karena kesibukan kami masing- masing. Meskipun kami berniat menolong, tapi Anti bersikeras kami tidak perlu membantunya karena sudah banyak orang dan tetangga-tetangganya yang akan membantunya.