Inilah rumah yang menjadi tempat gadis itu tinggal, rumah yang tidak mampu mereka perbaiki akibat beban hidup yang semakin lama semakin meningkat. Bagian atap rumah juga ada lubang-lubang kecil di beberapa tempat yang mengakibatkan hujan akan masuk ke dalam rumah jika turun terlalu lebat.
Miris tapi inilah hidup, setidaknya mereka masih bisa tinggal di sebuah tempat. Masih bisa berjaga dari panas walau tidak dari hujan sepenuhnya. Tanaman yang tumbuh di sana juga tampaknya sengaja dibiarkan tumbuh tinggi untuk melindungi sekeliling rumah.
Kehidupan ini hampir sesuai dengan pepatah Minang yang sering disebutkan oleh orang-orang yang merantau.
Alun rabah lah ka ujuang (Belum rebah sudah ke ujung)
Alun pai lah babaliak (Belum pergi sudah kembali)
Alun di bali lah bajua (Belum dibeli sudah dijual)
Alun dimakan lah taraso (Belum dimakan sudah terasa)
Pepatah minang di atas menjelaskan bagaimana hidup kita harus berakal, terukur dan berjangka. Singkatnya hidup harus mempunyai visi, berpikir jauh ke masa depan. Seperti, alun dimakan alah taraso, belum dimakan sudah terasa, makanannya belum dimakan tapi sudah terbayang bagaiman rasanya.
Mungkin pepatah inilah yang membuat keluarga kecil itu membiarkan tanaman tinggi itu dibiarkan begitu saja. Hanya sesekali dibersihkan batang yang merambat agar tidak terlalu rimbun dan ular tidak bersarang.