Kata orang, cinta pertama adalah kisah yang paling indah dalam hidup. Yang paling tidak bisa dilupakan, juga selalu akan dikenang. Masalahnya adalah tidak semua orang punya kisah cinta pertama yang indah.
Perempuan yang lagi makan di pojok ruangan bersama seorang lelaki bule dengan baju batik bermotif pekalongan warna coklat contohya. Dia adalah kisah cinta pertama gue, namanya Siska.
Gak tau kenapa gue bisa memberi dia label cinta pertama, padahal dulu kita ketemu secara nggak sengaja waktu masih SMP. Gue yang waktu itu masih dekil dan kurus, lagi bercanda di depan sebuah kelas bareng teman-teman. Tiba-tiba ada seorang gadis manis berwajah putih dan mata yang sedikit tipis keluar dari kelasnya.
Rambutnya yang panjang dan senyumannya yang manis, seolah membuat dunia yang gue pijak saat itu berhenti berputar hanya untuk mengabadikan senyumannya.
Gadis itu terdiam memandang ke arah lapangan basket, sedangkan gue cuma bisa berdiri mematung di sebelahnya. Dia nggak lihat gue, tapi setidaknya gue lihat dia.
Sayup-sayup gue dengar ada lagu yang mengelilingi kita berdua saat itu. “Kau bidadari jatuh dari surga di hadapanku… Eaaaa!”
Tapi nggak lama, karena beberapa saat kemudian ia berlari menghampiri teman-temannya yang sedang bermain bola basket.
Sejak hari itu gue selalu mendatangi kelasnya. Nggak sampe masuk sih, tapi cuma sekedar iseng nongkrong di depan kelasnya. Dengan harapan bisa kenal dan tau siapa namanya.
Segala cara gue lakukan buat bisa dapetin namanya, mulai dari kenalan sama temen-temennya, ketua kelas, sampai wali kelasnya yang kebetulan juga ngajar sejarah di kelas gue. Tapi tetap aja gue masih belom bisa mendapatkan informasi tentang siapa namanya.
Sampai suatu hari sewaktu gue lagi di kantin, secara tidak sengaja gue liat dia masuk kantin. Bu Jum, ibu kantin pun memanggil namanya.
Saat-saat seperti ini, gue merasa kalau jadi ibu kantin lebih enak daripada jadi lelaki labil yang sedang mencari jati diri macam gue. Iya, jadi ibu kantin bisa leluasa menanyakan nama siswa atau siswi tanpa harus malu dapet ledekan dari teman-teman yang biasa men- “ciye-ciye” kan para siswa yang berkenalan dengan siswi yang disukanya.
Namanya Siska, dia adalah anak tunggal dari keluarga seorang pengusaha mapan di bidang kertas. Bahkan kertasnya itu menjadi bahan dasar dari buku tulis ternama di kalangan anak sekolah, seperti buku tulis yang gue pakai.
Kebingungan pun melanda. Setelah gue tau nama bidadari yang selama ini bikin gue penasaran, gue enggak tau apa yang harus gue lakukan berikutnya. Semuanya berjalan begitu aja. sampai di suatu pagi menjelang siang yang cerah, ada seorang pesuruh sekolah yang masuk kelas dan memanggil nama gue. Katanya gue dipanggil sama bu Santi, guru Bahasa Indonesia.
“Tomi, selamat yah. Kamu Ibu utus buat ikut lomba puisi berpasangan,” kata bu Santi dengan gaya khasnya yang sedikit genit namun berwibawa.