Pas tersadar, aku terbaring di sofa dan kepalaku masih terasa pusing. Tetiba seorang Bapa menghampirku dan menyapaku.
"Syukurlah, Neng sudah bangun."
"Saya dimana ini Pa?Bapa siapa?"
"Diminum dulu Neng."
Seorang Bapa menyodorkan teh hangat untuk aku minum dan menatapku dengan perasaan cemas.
"Hemmm. Neng ada di rumah saya, kantor Neng deket ko dari rumah saya, tuh di depan sana." Jawaban dari Bapa setelah bernafas panjang.
"Bapa yang bawa saya kesini?" Tanyaku.
"Bukan, dia seorang pemuda tampan yang mungkin kenal dengan Neng dan dititipkan di rumah Bapa. Katanya ada yang harus dia kerjakan, dia sangat terburu-buru Neng."
"Ciri-cirinya Pa?" aku bertanya sekali lagi, karena mungkin aku mengenalnya.
" Dia tinggi besar, badannya kekar, rambutnya diikat." Bapa menyebutkan ciri-ciri sambil memperagakannya.
"Hah! Lucky? Ko bisa tahu kantorku." Tanyaku dalam hati.
Aku tidak melanjutkan pembahasannnya dan langsung pamit ke Bapa.
"Sebelumnya terima kasih ya Pa, maaf udah merepotkan."
"Iya gak apa-apa Neng, kalau perlu bantuan. Ke rumah Bapa saja ya."
Sepertinya ada yang ingin Bapa ini sampaikan lagi kepadaku, namun entah apa alasannya, beliau tidak mengatakannya.
"Iya Pa, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."