Pikiran Sasha masih terbayang – bayang dengan apa yang dikatakan Sari kepadanya. Mungkin benar kata Sari, ini sudah saatnya untuk melupakan orang itu. Namun, tak mudah bukan untuk melupakan seseorang yang kita sayang dan sangat berharga dalam hidup kita? Sasha memegangi kalung yang melingkar di lehernya, kalung ini sungguh menyimpan banyak kenangan dan Ia tak bisa menghapusnya begitu saja.
“ Stop Sha, jangan mikirin ini terus. Mending lo kerjain laporan aja.” Kata Sari merutuki diri sendiri, memutuskan untuk tidak larut-larut dalam suasana menyedihkan itu. Ia lalu beranjak dari tempat tidurnya dan beralih ke meja belajar membuka laptop untuk mencari bahan pembahasan laporan. Tapi konsentrasinya justru terpecah dengan bingkai di hadapannya yang terpampang foto sahabat-sahabat masa SMA nya, ada Naufal, Sari, Rahma, juga sosok orang itu, sosok yang selalu membayangi pikirannya. Orang yang selama ini Sasha rindukan kehadirannya, bahkan ia sering bertanya kepada dirinya apa mungkin laki-laki itu juga memikirkannya? Apa sebenarnya alasan dia menghilang tanpa penjelasan sedikitpun?
***
“ Mana tugas yang gue kasih ke lo kemarin?.” Tagih Sasha kepada sosok lelaki yang sedang asyik memainkan gitar di pangkuannya.
“ Gue ngga pernah bilang mau di ajarin sama lo ya. Jadi ngga usah deh berlagak kayak gini.” Jawab laki-laki itu menoleh ke arah Sasha dan menjawab dengan tak acuh. Angga namanya, seorang vokalis band di SMA Kebangsaan yang memiliki sikap menyebalkan dan sombong.
“ Jangan karena Mama gue yang minta, bukan berarti lo berhak ngatur-ngatur gue ya. Gue ngga ada waktu buat ngurusin begituan.” Tambah Angga dengan nada jutek lalu pergi meninggalkan Sasha.
Sasha yang mendapatkan respon tidak baik dari Angga, menggeram kesal. Kalau saja, Mama Angga bukan istri dari teman Papa dia tidak akan mau mengajari Angga seperti ini.
“ Kenapa muka Lo, sha?.” Tanya Sari ketika Sasha masuk kelas dan melihat raut wajah Sasha yang masam.
“ Gue sebel tau, dasar Angga songong.” Jawab Sasha sambil meremas kertas di genggamannya.
“ Masalah itu lagi?.” Sari seperti sudah bisa menebak apa yang membuat Sasha kesal. Sejak dua hari lalu, setiap selesai menemui Angga sikap nya selalu seperti ini, uring-uringan.
“ Kan gue udah bilang, harusnya lo itu ngga usah terima permintaannya mama nya Angga. “
“ Lo tau kan, Papa nya Angga itu temenan sama Papa gue jadi ngga mungkin gue nolak permintaan Mama nya Angga.”
“ Ya kalau itu sih derita lo, selamat aja ngadepin sikap Angga yang keras kayak gitu.” Ujar Sasha dengan ekspresi mengejek dan tertawa senang melihat muka masam Sasha.
“ Selamat berjuang pokoknya.” Kata Sari menambahkan, masih dengan tawa yang sama di wajahnya.
“ Uhh sabar-sabar.” Kata Sasha sambil mengelus dadanya.
Pukul 15.45 WIB, bel pulang sekolah berbunyi. Pertanda jika kegiatan sekolah sudah berakhir. Banyak anak-anak menghembuskan nafas lega dan sorak senang karena waktu yang ditunggu-tunggu tiba, mata yang semula lengket seperti ada lem mendadak terang seketika karena suara bel pulang sekolah. Tak ada yang lebih indah bagi anak-anak sekolah selain jam kosong, bel istirahat, dan bel pulang sekolah. Ketiga hal itu merupakan nikmat besar yang banyak diharapkan oleh anak sekolahan.
“ Gue duluan ya, Sha.” Kata Sari setelah dia selesai mebereskan semua peralatan sekolah di mejanya. Sasha hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. “ Hati-hati.” Tambahnya ketika Sari melangkah ke luar kelas. Tak lama kemudian, Naufal datang.
“ Pulang yuk.”
“ Anterin gue ke rumah sakit dulu ya.”
“ Ngapain?.” Tanya Naufal heran, karena tidak biasanya mereka mampir ke rumah sakit.