Akhir Sebuah Penantian

Istiana Nur Utami
Chapter #3

Chapter 3 Erga Prayoga

Berbicara soal Winda, aku sebenarnya kenal dia semenjak kerja disini. Awal mula perkenalan, kulihat dia itu judes nggak mau kenal sama orang. Eh tapi semakin kesini aku mengerti sifat aslinya kalau sudah kenal akrab. Orangnya supel, friendly, baik, pengertian, jahil dan yah aku suka bertemen dengannya. Dan pada akhirnya, kami pun dekat hingga sekarang. Bahkan, Winda sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri. Apapun masalah kami selalu kami berdua cerita. Aku pun sampai tak menyangka jika rumah kami di Indonesia rupanya tidak jauh, hanya berbeda kecamatan saja.

"Untung aja lo ngasih Chattime sama roti ke Kak Merta, Win. Emanglah lo penyelamat situasi darurat," ucapku senang karena akhirnya terbebas dari Kak Merta.

"Winda gitu loh. Gini-gini gue mah tau tipe-tipe orang kaya Kak Merta."

"Eh btw lo kapan beli Chattime sama roti Aunty Anne nya kok gue nggak tau sih?" heranku.

"Pas gue milih baju tadi itu, gue nyari lo kesana kemari. Eh nggak taunya malah ketemu Chattime sama roti Aunty Anne. Berhubung pikiran sama perut gue harus sinkron dulu, jadi ya gue beli keduanya. Tapi sekarang malah pupus sudah deh harapan gue makan itu semua. Mungkin sekarang udah masuk kali ke perutnya Kak Merta. Aduh Winda sabar ini ujian!" cerocos Winda yang tak rela dengan Chattime dan roti Aunty Anne yang dibelinya tadi.

"Aduh kasian banget sih sahabatku ini. Oke sebagai gantinya, besok gajian gue traktir lo deh. Tadi kan gue nggak jadi traktir lo Win. Gegara lo sih sibuk milih baju makanya gue tinggalin. Janji deh!" balasku sembari mengangkat jari membentuk huruf V.

"Nah gitu dong, kalau gini kan gue jadi seneng dengernya."

Tiba-tiba, nada dering ponselku berbunyi. Kulihat ada panggilan Whatsapp masuk dari nomor yang tak dikenal. Tak jelas siapa orangnya karena foto profilnya hanya menampilkan sebuah gitar.

"Siapa Sal, kok nggak diangkat. Berisik tau nanti tetangga kamar pada komplain gegara bunyi hp lo yang kaya petasan itu!" omel Winda yang langsung kulempar dengan boneka milikku.

"Ih gue takut Win, ini nomor nggak gue kenal. Coba aja nanti kalau pas gue angkat ternyata penjahat atau apalah itu gimana. Kan ngeri!" kataku yang mulai parno.

"Aduh Sal, lo parnoan amat sih jadi orang. Buruan deh angkat, kalau enggak gue lempar tuh hp ke menara kembar biar nggak berisik."

"Iya bawel, gue angkat. Awas aja kalau ada apa-apa sama gue, lo nanti harus tanggung jawab!" ancamku kemudian yang langsung mendapat pelototan tajam dari Winda.

Karena rasa penasaran, aku mencoba untuk mengangkatnya walaupun dalam hati sedikit was-was. Takut kalau nanti yang meneleponku adalah penjahat atau semacamnya.

Lihat selengkapnya