Akhir yang Dinanti

judizia
Chapter #5

Empat.

“Mii ....”

“MIA!”

Mia mengerjap, tatapannya bergerak bingung kearah Wina yang balas memandanginya dengan raut wajah pucat.

“Kenapa?”

“Kamu yang kenapa?” tanya balik Wina. “Sejak bel masuk tadi aku lihat kamu lebih banyak ngelamun. Bahkan sampai kena tegur ustad Hanan juga.”

Mia meringis pelan saat kembali mengingat dia yang memang terkena tegur dari guru sosiologinya saat mata pelajaran itu berlangsung. Walau begitu, Mia tak langsung menjawab pertanyaan Wina. Pandangannya malah bergerak kembali menuju kearah wajah Wina yang memang terlihat pucat hari ini.

“Kamu sakit?”

“Kayaknya sih, hari ini kepalaku lumayan agak pusing. Mungkin memang karena kurang tidur deh belakangan ini.”

Mia mengangguk mengerti, karena dia pun merasakan hal yang sama dengan Wina beberapa hari belakangan ini. Jam tidurnya kacau balau semenjak kejadian itu. Dia bahkan hanya bisa tidur beberapa jam sebelum dibangunkan oleh mimpi yang sama. Dan berakhir menunggu sampai kegiatan lain di mulai.

“Sebentar lagi shalat dhuhur. Yuk, kita siap-siap ke masjid sebelum banyak orang.”

Mia mengangguk setuju, dia kemudian mengikuti Wina setelah mengambil alat shalat dari dalam tas.


*

Tempat makan ramai seperti biasa. Karena itulah di pesantrennya di adakan tiga kloter agar kantin tidak berdesak-desakan oleh banyaknya santri yang datang. Hari ini Mia dan Wina cukup beruntung mendapat kloter pertama, dan untungnya juga masih terdapat beberapa kursi kosong yang belum terisi tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Wina mengajak Mia untuk bergegas, perempuan itu terlihat sekali buru-buru lantaran mungkin takut saat kembali tidak mendapatkan tempat duduk. Mia mengerti dan memilih untuk mengikuti saja langkah yang Wina ambil.

“Kita duduk di sini saja ya, Mia.”

Baru saja Mia ingin ikut duduk, dia malah mendapati tubuh Wina mematung. Perempuan itu tiba-tiba bangkit berdiri dan kembali mengajak Mia, yang kali ini untuk pergi.

“Kenapa kita harus pergi?” Mia tahan lengan Wina dengan tatapan tak setuju. “Cari bangku lain itu susah, Win. Jadi walaupun kamu nggak mau, kita tetap duduk di sini.” 

“Tapi, Mi ... Itu ....”

Pandangan Mia kemudian beralih kearah lain, tepat menatap kearah objek di mana Wina pandangi dengan ketakutan seperti ini. Dia malah terlihat bingung saat mendapati sosok perempuan sebaya mereka tengah makan dengan tenang tanpa menghiraukan sama sekali keresahan Wina. Bahkan Mia kira, perempuan di hadapannya ini tidak menganggap penting kehadiran mereka? Entahlah, Mia tak tahu.

“Ayo, duduk.”

Lihat selengkapnya