Setelah kejadian di kantin yang menimpah Mia tiga hari lalu, gangguan dari geng Intan tak lagi dia rasakan. Desas desus mengenainya memang masih beredar, walau tak seagresif sebelumnya. Namun Mia tetap bersyukur, selama waktu itu dia bisa bernafas dengan tenang dan menjalani kegiatannya tanpa khawatir akan rencana mereka.
Lalu mengenai buku catatan miliknya itu, Mia berhasil menemukannya di dalam tong sampah tak jauh dari toilet dekat dengan kelasnya. Mia menemukan buku itu secara tak sengaja, saat dia hendak membuang bungkus permen miliknya kesana. Untung saja buku itu tak sepenuhnya rusak. Hanya beberapa bagian yang di robek paksa berisi tulisan tangan Mia yang hanya beberapa lembar saja. Dia memang tak menulis banyak. Walau begitu Mia juga mengumpulkan bagian dari catatannya yang untungnya masih menempel di beberapa tempat, belum di sobek atau di rampas seperti yang terpasang di mading waktu itu.
Mia kembali menyusun dan menempelkannya lagi kertas-kertas itu dengan lakban putih miliknya. Setelah di rasa cukup, Mia mulai melihat hasil karyanya itu dan berdecak puas. Kejadian ini memang menjadi pembelajaran bagi Mia untuk tidak menaruh barang-barang pentingnya sembarangan. Untungnya saja hanya buku ini yang di ambil mereka. Kalau saja buku satunya lagi yang di ambil, Mia tak tahu akan bagaimana dia bisa menyikapi tingkah kekanak-kanakan mereka ini, dia yakin tangannya tak akan tinggal diam untuk memberi pelajaran. Yaitu pelajaran yang tak akan pernah mereka lupakan.
Di rasa telah selesai, Mia lalu membereskan semua barang-barangnya yang masih berceceran dan memasukannya ke dalam tas. Dia kemudian bangkit berdiri, memutuskan untuk beranjak pergi dari tempat persembunyiannya ini. Masih ada jadwal yang perlu Mia ikuti, Mia tak ingin kembali membolos dan berakhir dengan hukuman beserta laporan kepada kedua orang tuanya nanti. Bisa gawat kalau sampai mereka tahu dan memutuskan untuk membawa Mia pindah lagi.
Langit terlihat mulai berwarna jingga kemerah-merahan saat Mia berjalan keluar dari tempat persembunyiannya. Dia bersyukur, dengan begitu dia tak perlu berdesak-desakan atau menunggu lama untuk bergantian mandi dengan santri lain. Di waktu akhir-akhir seperti ini, biasanya kamar mandi sudah sepi, walau jelas waktu istirahatnya yang tersisa akan berakhir tak lama lagi. Namun Mia tak mempermasalahkannya, dengan begitu dia tak perlu berinteraksi atau mendapat perhatian dari santri lain. Rasanya memang tak nyaman, walau lebih tak nyaman saat Mia di ganggu juga.
Langkah Mia yang santai perlahan mulai melambat saat dia tak sengaja melihat siluet sosok familiar berdiri di depan pintu kamarnya yang jelas tertutup rapat. Sosok itu terlihat menunduk sambil memainkan kedua tangannya yang saling bertautan, tampak gelisah. Mia pilih untuk menghampiri sosok itu dan menanyakan alasan keberadaannya.
"Cari apa?"
Pertanyaannya itu berhasil membuat kepala yang tadi menunduk mulai terangkat menuju kearah Mia. Ekspresi Ica terlihat sekali girang, apalagi saat melihat kehadiran Mia di hadapannya.
"Sejak tadi aku nunggu kamu kok, Mia."
Jawaban itu bukan malah mendapat respon bagus dari Mia. Keningnya mengkerut, merasa tak nyaman dengan kedekatan yang di lakukan Ica secara terang-terangan.
"Emangnya mau bicara apa?" tanya Mia lagi. "Aku nggak punya waktu. Perlu mandi dan siap-siap untuk sholat magrib. Kalau memang nggak terlalu penting, lebih baik nanti aja."
Wajah Ica mendadak terlihat lesu. "Aku cuma mau minta maaf."
Kegiatan Mia yang hendak membuka kunci kamar, mendadak berhenti. Dia pandangi Ica yang kini balas memandanginya dengan ekspresi memelas, begitu berharap besar pada Mia untuk menerima permintaan maafnya.
Melihat hal itu Mia menghembuskan nafas pelan. "Oke," jawabnya pelan. "Sekarang kamu bisa pergi."
Mia bisa ingat bagaimana perempuan itu berusaha keras untuk berinteraksi dengannya lagi. Bahkan jauh lebih terang-terangan dari pada sebelumnya. Mia awalnya tak terlalu terganggu. Namun setelah tahu tujuan dari pendekatan ini, Mia langsung memberi sekat lebar untuk Ica.
"Apa masih ada yang mau kamu bicarakan lagi?" tanya Mia dengan nada yang sudah kelewatan lelah. "Waktu istirahatku nggak lama soalnya. Dan aku belum apa-apa"
Tangannya hendak membuka pintu, namun Mia urungkan niat itu saat melihat Ica tak segera beranjak pergi dari tempatnya kini.