Akhir yang Dinanti

judizia
Chapter #13

Dua belas.

Lagi-lagi Mia di hantui oleh mimpi yang sama, namun untuk malam ini ada sedikit perbedaan di dalam mimpinya. Di dalam mimpi itu, Mia melihat Luna. Tengah berdiri di tengah ruangan tempat perempuan itu mengakhiri hidupnya. Tubuh Mia tetap sama, masih membeku tanpa bisa dia gerakan sedikitpun. Ada rasa sedih saat melihat Luna gemetar sambil memeluk tubuhnya erat-erat. Tangisan tanpa suara yang di tunjukan oleh perempuan itu benar-benar menyayat hati Mia pelan-pelan. 

Mia ingin memeluknya, kalau bisa. Membisikan kata-kata apapun yang mungkin bisa menenangkan Luna. Kepala Luna yang tadi tertunduk perlahan mulai terangkat, memandang kearah Mia dengan kesedihan tak terkira. Bisa Mia rasakan, air matanya turun membanjiri kedua pipinya juga. Dia coba keluarkan suaranya saat menangkap tubuh Luna sedikit demi sedikit mulai menjauh lalu menggantung seperti kejadian yang Mia ingat. Mia menjerit, namun tak ada suara apapun yang keluar dari sana. Wajah Luna yang tadi sempat Mia lihat perlahan berubah menampilkan senyum dari sosok di masa lalunya. 

"Mia."

"Mi ... Mia ... MIA."

Tubuhnya tersentak bangun. Nafas Mia terasa memburu. Seakan di tarik kembali untuk memenuhi rongga paru-parunya yang terasa di tekan benda tak kasat mata. Mia pandangi raut wajah panik yang di tunjukan oleh dua sosok familiar yang berdiri di kedua sisi bahunya. 

"Mia, kamu kenapa? Apa ada yang sakit?"

Dadanya atau mungkin hatinya?

"Kalau mau mati ya jangan di sini! Cari tempat lain! Jangan buat orang lain takut aja, Sialan!"

Bisa kalian tebak siapa gerangan yang mengatakan hal tersebut. Mia memilih untuk tidak terlalu menganggap serius ucapan Salma. Cukup Wina yang menegur keras perempuan yang langsung melengos tidak perduli. Jika mengingat Wina yang segalak ini, Mia rasa temannya itu sudah melupakan rasa takutnya pada Salma.

"Malah senyum-senyum nggak jelas lu!" sembur Salma tiba-tiba. "Ganggu orang tidur aja, Bangsat!"

Setelah memaki, Salma langsung bergegas pergi. Menghempaskan tubuhnya di tempat tidur kemudian menyelimuti sampai bagian kepalanya sendiri. 

Mia memilih mengalihkan pandangannya dari Salma. Dan balas menatap Wina yang kembali menanyakan keadaannya.

"Aku nggak apa-apa, Win. Cuma mimpi buruk biasa."

"Biasa?" tanya Wina. "Menurutmu tidur sampai kejang-kejang itu biasa ya!?"

Mia jelas terkejut mendengar penuturan itu. Dia tak menyangka kalau hal itu akan menimpa dirinya lagi. 

"Kamu buat aku takut."

Mia meringis pelan melihat Wina yang hampir saja menangis karenanya.

"Bisa minta tolong?" tanya Mia dengan ekspresi setengah memohon.

"Apa?"

Walau respon Wina terlihat kesal, Mia tetap mengatakan apa permintaannya.

Lihat selengkapnya