Akhir yang Dinanti

judizia
Chapter #18

Tujuh Belas.

Hidup Mia rasanya dulu bagai sebuah mimpi indah yang dia terima. Prestasinya dalam bidang olahraga karate langsung melejit setelah dia terus menerus memenangkan perlombaan yang di ikuti. Mia jelas bahagia, apalagi saat tahu kalau dia jadi kebanggaan kedua orang tua dan juga temannya. Dia tak ingin mengecewakan mereka.

Setelah pulang dari perlombaan yang dirinya ikuti, Mia memutuskan untuk mampir terlebih dahulu ke sekolahnya itu. Dia ingin bertemu Yuna, sahabat semasa kecilnya yang belakangan ini sulit sekali untuk di hubungi. Padahal ujian tengah semester masih lama, jadi Mia tak yakin kalau Yuna sibuk belajar selama dia ikut kompetisi untuk mengharumkan nama baik sekolahnya.

Senyum Mia perlahan melebar saat dia melihat siluet tubuh familiar yang terlihat menunduk dan tak menyadari keberadaanya di sana. Dia segera menghampiri perempuan itu dan merangkulnya senang.

"Ngelamun aja, Mbak."

Terlihat ekspresi terkejut Yuna perlahan menghilang saat mengetahui kalau Mia lah yang merangkul bahunya.

"Aku kira siapa."

"Emang kamu berharap siapa nih? Apa lagi nunggu calon gebetan ya?"

Mia tak menyadari itu, mengenai ekpresif sedih yang diam-diam di tunjukan Yuna. Mia terlalu sibuk menceritakan mengenai keseruan perlombaan yang dirinya ikuti. Dan Mia baru menyadari saat Yuna tiba-tiba menghentikan langkah.

"Kamu kenapa, Yun? Ada yang mau di bicarakan?"

Lama tak ada respon setelah Mia bertanya, mereka bahkan tak menyadari dengan hilir mudik keramaian orang-orang di samping penyebrangan. Mia pilih untuk mendekati Yuna dan menepuk bahunya.

"Kalau ada yang mau di ceritakan, bilang? Aku rasa belakangan ini kamu jauh lebih sibuk dari pada aku. Apa jangan-jangan ...." Mia menarik turunkan alis, berusaha menggoda Yuna yang masih tetap diam dengan pandangan yang kali ini terarah pada Mia. "Kamu kenapa sih? Jangan buat aku khawatir dong."

Senyum tipis mulai terlihat. "Aku senang punya teman sebaik kamu, Mi. Apalagi di masa depan akan jadi atlet profesional. Aku nggak sabar ngeliat masa itu."

"Kalau mau lihat langsung kamu harus tetap berteman sama aku. Gimana? Mau nggak nih?"

Yuna langsung mengangguk menyetujui itu. "Boleh lihat mendali emas kamu? Aku mungkin bakal susah untuk ngeliat secara langsung."

"Jangan ngomong ngaco deh. Kalaupun kamu minta, aku bakal kasih liat langsung kok. Nah lihat cantik kan?"

Lihat selengkapnya